Jumat, 29 Maret 2024

Bappedalitbang Surabaya: Tidak Semua Masyarakat dengan Gaji Rendah Dikategorikan MBR

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Logo Semanggi Suroboyo program baru di Suara Surabaya. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mengupayakan untuk mengatasi persoalan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kota Pahlawan melalui sejumlah program yang sudah disiapkan. Beberapa program tersebut di antaranya Program Sayang Keluarga, E-Peken, Padat Karya dan lain sebagainya.

Febrina Kusumawati Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, kepada suarasurabaya.net mengatakan, masyarakat tidak bisa serta merta ditetapkan atau mendaftarkan diri menjadi MBR, meskipun memiliki penghasilan rendah.

“Katakanlah ada warga punya rumah besar, tapi yang bersangkutan tidak punya penghasilan dan memiliki hutang, serta punya tanggungan pajak, itu bisa sebenarnya kita lihat sebagai MBR. Kemudian misalkan ada orang yang rumahnya kecil, isunya tidak punya penghasilan tapi saat dicek ternyata main saham, ya bisa jadi justru bukan masuk kategori MBR,” jelas Febrina usai mengisi program ‘Semanggi Suroboyo’ di Radio Suara Surabaya, Jumat (7/1/2022).

Untuk mengatasi permasalahan seperti itulah, kata Febrina, Pemkot telah menggerakkan Dinas Sosial (Dinsos) beserta Camat dan perangkat bawahnya seperti Lurah bahkan RT/RW sampai Kader Surabaya Hebat, agar menyisir dan memastikan MBR di wilayahnya. Nantinya, setiap warga yang didatangi oleh para petugas tersebut akan ditelusuri riwayat dan kondisinya sebelum ditetapkan sebagai seorang MBR.

“Semisal ada yang difabel, kita lihat juga apakah ternyata punya keluarga yang ekonominya lebih dari berkecukupan atau tidak. Selanjutnya untuk korban PHK, kita pastikan juga yang di PHK itu kepala keluarga atau bukan? Karena ternyata kalau memang benar, pasti dia juga kesusahan untuk menafkahi keluarganya,” ungkapnya.

Sementara terkait dengan Program Padat Karya yang paling banyak diaplikasikan untuk mengentaskan persoalan MBR, Febrina menambahkan, nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan warga di daerah itu. Camat akan bertugas melakukan pendataan dan pemetaan terkait potensi yang menguntungkan warganya.

“Kalau di pusat kota cocoknya kafe, ya kita bantu buatkan kafe. Tapi kalau wilayahnya ada di wilayah pesisir atau pinggir kota, kita akan sesuaikan juga semisal menjadi petani tambak atau sawah dan sebagainya. Sekali lagi itu juga sesuai keinginan MBRnya, bukan kita paksakan,” tuturnya.

Usai proses pendataan, Kecamatan akan berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Surabaya, untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para MBR. Selain pelatihan, Pemkot juga memberikan bantuan modal pemanfaatan aset kota yang belum terpakai untuk memfasilitasi Padat Karya tersebut.

Bantuan modal itu bisa juga berasal dari pihak Swasta yang bekerja sama dengan Pemkot, maupun bantuan corporate social responsibility (CSR). Hal ini dikarenakan Pemkot tidak bisa sepenuhnya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sebab adanya regulasi tertentu.

“Bisa juga diberi pinjaman modal oleh bank yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan Pemkot Surabaya. Tapi dengan pengantar agar bunga yang diberikan tidak besar. Karena kalau mereka yang pinjam sendiri tanpa pengantar, pastinya dapat modal dengan bunga umum,” ujarnya.

Berdasarkan data hingga Jumat pagi, jumlah MBR di Kota Surabaya ada 933.100 jiwa dari 331.174 kartu keluarga.

Febrina juga mengakui, jika sampai saat ini masih terdapat persoalan terkait tidak tepat sasarannya pendataan MBR tersebut. Banyak warga yang justru mengeluhkan jika pendataan dilakukan oleh lurah sampai RT/RW, maka yang ditetapkan sebagai MBR adalah warga yang punya relasi dekat dengan mereka.

Menanggapi hal tersebut, Suko Widodo Pakar Ilmu Komunikasi Politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya yang ikut mengisi program ‘Semanggi Suroboyo’ mengatakan, jika ke depannya lebih baik Pemkot Surabaya memanfaatkan tenaga para ASN, agar bisa langsung terjun untuk melakukan penyisiran.

“Memang kelemahannya di situ (komunikasinya) dan sudah bukan rahasia umum kalau sering terjadi. Untuk itu lebih baik memang dari PNS nya sendiri yang melakukan pendataan. Seperti misalkan ada laporan warga ke media, kalau Dinsos dengar bisa langsung terjun ke lapangan untuk cek sendiri. Saya kira itu bisa lebih efektif,” ujarnya.(bil/dfn)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil Porsche Seruduk Livina di Tol Porong

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Jumat, 29 Maret 2024
32o
Kurs