Kamis, 10 Oktober 2024

Psikolog: Kidsfluencer Tanpa Pendampingan Rawan Terserang Secara Karakter dan Hilang Jati Diri

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi seorang anak yang menggunakan headphone ketika mengakses laptop. Foto: AFP

Berkembangnya teknologi khususnya di bidang media sosial belakangan melahirkan banyak sekali influencer dari kalangan anak, yang selanjutnya sering disebut kidsfluencer.

Terminologi kidsfluencer ini merujuk pada anak-anak/remaja di bawah 16 tahun yang tampil di media sosial dengan konten seperti foto/video yang menceritakan aktivitas sehari-hari, mulai dari bermain, makan, berpakaian sampai aktivitas yang relate dengan usia mereka.

Bahkan tak jarang, para kidsfluencer terlibat aktivitas promosi produk perusahaan dalam konten yang mereka unggah. Imbalannya, mereka mendapatkan bayaran atau produk-produk gratis, sebagai bentuk penghasilan atas produk yang mereka promosikan.

Namun, yang terjadi belakangan, para pengamat mengkhawatirkan aktivitas kidsfluencer jadi ajang orang dewasa mengeksploitasi anak-anak. Banyak yang beranggapan jika aktivitas tersebut menyita privasi dan banyak menuntut, sehingga anak seringkali tersita waktunya baik dari segi pendidikan maupun hak-hak lainnya.

Selain itu, Menurut Mary Philia Elisabeth Dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya), anak yang menjadi kidsfluencer dan tidak diberi pendampingan berupa support social di sekitarnya, terutama dari orang tua, maka rawan terserang secara karakter oleh pihak yang tidak suka.

“Misalnya memisahkan self-esteem (evaluasi terhadap diri sendiri–red) dengan social aproval (pengakuan seseorang dari lingkungan–red). Kalau ada salah satu orang tua yang mengatakan tak ada bedanya poster (anak) dengan yang diposting di media sosial, ya memang secara benefit tidak. Tapi dari segi perkembangan, anak yang melalui sosial media akan belajar tentang like, follower dan subscriber, kalau ada yang tidak suka dengan mereka, atau haters muncul, akan merasa terserang secara karakter,” jelasnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya FM 100, Senin (22/4/2024).

Mary mengatakan, saat ini memang tidak akan terlihat secara langsung dampak karakternya dan secara psikologis tampaknya baik-baik saja. Namun menurutnya, dalam sebuah artikel penelitian yang dipublikasikan oleh Harvard University tahun 2022, yang dikhawatirkan justru untuk jangka panjangnya.

“Jadi menurut penelitian mereka, anak-anak yang sudah terpapar dengan kidsfluencer ini sejak dini, itu akan mengembangkan risiko untuk mengalami depresi, mental delay, dan beberapa penyakit fisik yang lain seperti heart attack (serangan jantung) dan diabetes, karena kan menjadi mager (malas gerak) ya,” kata Mary yang juga Ketua Program Studi Magister Psikologi Sains Ubaya.

Demikian dengan peran manajemen dari kidsfluencer, lanjutnya, kebanyakan tidak mempersiapkan anak untuk menghadapi social pressure atau tekanan secara sosial yang rawan terjadi.

Kata Mary, sebagian orang tua memang akan muncul kebanggaan tersendiri melihat buah hati tampil dan terkenal di depan publik. Tapi, kalau anak tersebut tidak disertai skill dan ruang yang cukup untuk mengembangkan diri sendiri, maka akan muncul insecure attachment atau kelekatan yang tidak aman.

Dia dari usia dini sudah diperkenalkan untuk mengembangkan relasi dengan orang lain padahal di dalamnya belum berkembang. Bisa dibayangkan bagaimana dia akan tumbuh menjadi orang yang mengikuti keinginan sosial dan tidak tahu apa yang dia mau. Akhirnya kehilangan jati diri,” ungkapnya.

Meski demikian, dosen psikologi Ubaya itu juga mengungkapkan ada sisi positif dari seorang anak menjadi kidsfluencer. Antara lain, anak akan menjadi lebih dewasa, memahami kondisi keluarga, dan memiliki tingkat kepercayaan diri dibanding anak-anak lainnya.

“Secara positifnya memang anak ini menjadi terlibat di dalam perkembangan dinamika keluarga sendiri. Jadi ada profit yang dia sumbangkan, kontribusi di dalam keluarga, dia belajar mandiri secara finansial, itu satu. Kemudian kedua, dia belajar untuk public speaking, belajar untuk berbicara di depan umum,” bebernya.

Karenanya, dia menegaskan tidak masalah sebenarnya anak menjadi kidsfluencer, asalkan diberikan pendampingan yang tepat oleh orang tua. Demikian juga orang tua harus mengerti batasan yang dimiliki anak.

“(Pasti selalu ada) positif dan negatifnya. Semoga ini bisa kita jadikan sebagai sarana untuk warning para orang tua,” tutupnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Kurs
Exit mobile version