Sabtu, 5 Oktober 2024

WHO Sebut Wabah Kolera di Dunia Berkaitan Erat dengan Perubahan Iklim

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Gedung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss pada 6 April 2021. Foto: Reuters Gedung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss pada 6 April 2021. Foto: Reuters

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan wabah kolera di seluruh dunia sangat terkait erat dengan perubahan iklim.

Hal ini disampaikan Kate O’Brien Direktur Imunisasi, vaksin dan biologi WHO dilansir Antara pada Kamis (21/3/2024).

“Saya pikir kami memiliki pengetahuan bahwa wabah kolera yang terjadi saat ini sangat terkait dengan perubahan iklim dalam keadaan darurat, situasi konflik, dan kami telah meningkatkan kewaspadaan terhadap kolera,” kata O’Brien.

“Ini bukan hanya tentang vaksin, tentu saja tentu saja ini bukan garis pertahanan pertama terhadap kolera. Kolera adalah penyakit yang berkaitan dengan air bersih dan sanitasi bersih. Dan vaksin adalah metode untuk mencegah penyakit ketika penyakit itu sudah ada,” lanjutnya.

O’Brien juga mengatakan dunia saat ini bersiap menghadapi wabah campak.

“Dengan wabah yang sedang terjadi, perubahan iklim, perpindahan penduduk dan krisis kemanusiaan, pencegahan penyakit melalui imunisasi menjadi sangat penting dibandingkan saat ini,” katanya.

Dia mengatakan program imunisasi telah menunjukkan bahwa pertahanan terhadap penyakit adalah inti dari respons terhadap patogen baru. Khususnya patogen seperti yang baru saja kita alami, yaitu penyakit Covid.

Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa kelompok SAGE baru-baru ini melakukan tinjauan awal vaksin tuberkulosis baru, serta akan meninjau beberapa vaksin TBC lain untuk mencegah penyakit pada remaja dan orang dewasa.

“TBC adalah salah satu penyakit paling berdampak yang merenggut nyawa banyak orang di seluruh dunia. Lebih dari 1,3 juta orang meninggal karena TBC pada tahun 2022, dan lebih dari 10 juta orang jatuh sakit karena TBC.”

Ia juga mengatakan bahwa hambatan terbesar atas akses terhadap vaksin bukanlah disinformasi, yang lazim terjadi pada masa puncak pandemi Covid-19, namun ketersediaan obat-obatan semacam itu di beberapa daerah.

O’Brien mengatakan, sebagian dari informasi tersebut tidak benar. Baik secara tak sengaja salah atau disengaja, atau memang informasi yang salah. Namun, alasan utama orang-orang tidak mendapatkan vaksinasi bukanlah itu.

“Bagi banyak orang, jam buka klinik, jarak yang harus ditempuh, dan kemungkinan besar, kualitas layanan tidak cukup bagi mereka untuk benar-benar mendapatkan vaksin yang ditawarkan,” katanya. (ant/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Kurs
Exit mobile version