Raksasa teknologi Microsoft mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 6.000 karyawan, atau tiga persen dari total tenaga kerjanya secara global.
Pemberhentian itu menjadi gelombang PHK terbesar kedua sejak tahun 2023, ketika perusahaan tersebut melakukan PHK terhadap 10.000 karyawan.
PHK kali ini berdampak pada berbagai divisi, termasuk platform video gim Xbox dan jaringan profesional LinkedIn milik Microsoft.
Juru bicara perusahaan menyatakan, pengurangan tenaga kerja dilakukan di semua tingkatan, tim, dan wilayah, dengan fokus utama pada pengurangan jumlah manajer.
“Kami terus melakukan perubahan organisasi yang diperlukan untuk memposisikan perusahaan agar sukses di tengah pasar yang dinamis,” ujar perwakilan Microsoft dalam pernyataan resminya, dikutip Hindustan Times.
Menurut laporan Associated Press (AP), wilayah yang paling terdampak dari PHK itu adalah negara bagian Washington, terutama di kantor pusat Microsoft di Redmond, di mana sebanyak 1.985 karyawan harus meninggalkan perusahaan. Sebagian besar dari mereka berasal dari divisi rekayasa perangkat lunak dan manajemen produk.
Langkah PHK diambil saat Microsoft tengah mengalihkan fokus strategis ke pengembangan kecerdasan buatan (AI) supaya tetap kompetitif di pasar teknologi global. Pengurangan jumlah manajer juga disebut sebagai upaya untuk membentuk tim yang lebih gesit dan berkinerja tinggi.
Amy Hood Chief Financial Officer Microsoft dalam panggilan pendapatan kuartal Januari–Maret lalu menyatakan, perusahaan fokus pada “membangun tim berkinerja tinggi dan meningkatkan kelincahan dengan mengurangi lapisan organisasi melalui pengurangan manajer.”
Ironisnya, PHK diumumkan hanya sebulan setelah Microsoft melaporkan laba besar. Pada kuartal Januari–Maret 2025, Microsoft mencatat pendapatan sebesar $70,1 miliar dengan laba bersih $25,8 miliar, melebihi ekspektasi analis Wall Street.
Sebagai catatan, hingga Juni 2024, Microsoft mempekerjakan 228.000 karyawan penuh waktu di seluruh dunia, dengan 55 persen di antaranya berbasis di Amerika Serikat.
Menurut Daniel Zhao ekonom utama dari situs ulasan tempat kerja Glassdoor, PHK di perusahaan teknologi besar tidak selalu berarti perusahaan sedang kesulitan.
“Banyak orang memiliki anggapan PHK hanya dilakukan oleh perusahaan yang sedang terpuruk, padahal tidak selalu begitu. Perusahaan teknologi besar memangkas tenaga kerja karena menyesuaikan strategi dan menghentikan perekrutan agresif pascapandemi,” jelasnya kepada AP.
Microsoft bergabung dengan deretan perusahaan teknologi global lainnya yang telah melakukan PHK besar-besaran sepanjang 2025. Hingga Mei ini, lebih dari 50.000 pekerja di sektor teknologi telah kehilangan pekerjaan.(dra/ham/rid)