Selasa, 30 April 2024

Ketua MPR Ajak Semua Pihak Gotong Royong Dukung Kebijakan Konkrit Pemerintah Soal Ekonomi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Suasana Sidang Tahunan MPR RI, Selasa (14/8/2020). Foto : Sekretariat Presiden

Bambang Soesatyo (Bamsoet) Ketua MPR RI menegaskan, pandemi Covid-19 berikut implikasinya tidak hanya berdampak secara langsung terhadap kesehatan masyarakat maupun pendidikan, tetapi juga dimensi yang lain khususnya di bidang ekonomi.

Sekadar diketahui bahwa pada periode Maret sampai pertengahan Agustus 2020 ini menjadi fase terberat bagi perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2020 minus 5,32 persen dibanding triwulan II-2019.

Kata Bamsoet, memburuknya perekonomian tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga pertumbuhan ekonomi global yang merosot tajam karena terganggunya aktivitas perekonomian akibat pandemi Covid-19.

“Bank Dunia melansir bahwa resesi sudah hampir pasti terjadi di seluruh wilayah ekonomi dunia. Resesi akibat Covid-19 ini merupakan yang terburuk dalam sejarah sejak Perang Dunia II. Sebelumnya Dana Moneter Internasional (IMF) juga telah melansir proyeksi serupa. Bahkan, dalam outlook yang dipublikasikan pada April 2020, IMF menyebut resesi kali ini lebih dalam daripada era Great Depression pada 1930-an,” ujar Bamsoet dalam pidato sambutannya di Sidang Tahunan MPR RI yang dihadiri Joko Widodo Presiden di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020).

Kata dia, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) pun melansir proyeksi yang sama. Dalam laporan terbarunya, OECD menyebut, pandemi Covid-19 semakin membuat dunia terseret dalam jurang resesi terburuk di luar periode perang dalam 100 tahun. Dampak ekonomi akibat virus corona sangat buruk. Pemulihannya akan lambat dan krisis akan memiliki dampak yang bertahan lama, secara tidak proporsional mempengaruhi golongan masyarakat yang paling rentan.

Jika tidak segera diatasi, menurut Bamsoet, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor, mulai dari macetnya kredit perbankan hingga lonjakan inflasi yang sulit dikendalikan atau sebaliknya deflasi yang tajam karena perekonomian tidak bergerak. Kemudian, neraca perdagangan akan menjadi minus dan berimbas langsung pada cadangan devisa.

“Dalam skala riilnya, dampak resesi terhadap sebuah negara adalah meningkatnya pengangguran, anjloknya pendapatan, meningkatnya angka kemiskinan, merosotnya harga aset seperti pasar saham atau properti, melebarnya angka ketimpangan, tingginya utang pemerintah bersamaan dengan penerimaan pajak yang anjlok, serta produksi yang hilang secara permanen, dan bisnis gulung tikar,” tegasnya.

Oleh karena itu, Bamsoet mengatakan, saatnya semua pihak bergotong royong terus mendukung kebijakan pemerintah yang telah melakukan langkah konkrit mendorong peningkatkan ekonomi sektor riil seperti memberikan kemudahan permodalan bagi pelaku usaha baik kecil maupun besar, mendorong pemerintah dapat menahan laju penurunan ekonomi dengan meningkatkan penyaluran bantuan sosial dan stimulus bagi dunia usaha; mendorong pemerintah melakukan pemulihan ekonomi dan mencegah terjadinya resesi, khususnya restrukturisasi kredit padat karya, penjaminan modal kerja, dan belanja pemerintahan daerah, akan tetapi tetap diiringi dengan pertimbangan dari aspek kesehatan masyarakat; mendorong pemerintah mempersiapkan sejumlah langkah dan strategi untuk mencegah terjadinya efek domino akibat Covid-19; dan mengimbau masyarakat untuk tetap bersabar dalam menghadapi Pandemi Covid-19 dan tetap optimis bahwa keadaan akan membaik.

“Pimpinan dan Anggota MPR memberikan dukungan kepada Pemerintah untuk mensinergikan kebijakan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19. Keputusan Pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kami pandang sangat tepat, mengingat persoalan ekonomi dan kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan penanganan Covid-19,” jelasnya.

Bamsoet menjelaskan, pengalaman sejumlah negara menjadi pelajaran penting bagi semua. Tidak sedikit negara yang lebih mengutamakan penanganan kesehatan pada akhirnya menghadapi persoalan ekonomi yang kompleks, bahkan sampai terjadi resesi. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan penyelesaian persoalan kesehatan dan sekaligus perekonomian.

“Tentu dengan catatan, bahwa kesehatan tetap menjadi prioritas karena dengan sehat, persoalan ekonomi menjadi lebih mudah penanganannya,” kata dia.

Hal lain, menurut dia, yang perlu mendapat perhatian adalah peringatan dari Food and Agricultural Organization (FAO), mengenai ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid- 19. Pertarungan dalam memenuhi dan mengawal ketersediaan pangan akan menjadi penentu gerak bandul geopolitik global. Kondisi ini memaksa setiap negara merancang politik pangan, pertama-tama, untuk kepentingan domestiknya.

“Dalam kaitan ini, Pimpinan MPR perlu mengingatkan bahwa produksi dalam negeri akan menjadi tumpuan utama bagi kita saat ini. Fasilitas produksi, seperti mesin dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri,” ujar Bamsoet.

Bamsoet menegaskan, karena 93 persen mayoritas petani Indonesia adalah petani kecil, maka fasilitas dan bantuan sangat dibutuhkan agar mereka terbantu untuk meningkatkan kinerja produksinya. Dalam situasi pandemi saat ini, selain fasilitas atau bantuan, diperlukan juga protokol produksi yang dapat menjamin kualitas dan keamanan pangan yang terbebas dari Covid-19. (faz/cus/lim)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Kurs
Exit mobile version