Minggu, 13 Oktober 2024

Polling: Masyarakat Tak Setuju Sanksi Diskualifikasi Calon Peserta Pilkada Tak Lapor Dana Kampanye

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media apakah masyarakat setuju atau tidak penghapusan sanksi diskualifikasi calon peserta Pilkada yang tidak lapor dana kampanye? Ilustrasi: Bram suarasurabaya.net

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal menghapus sanksi diskualifikasi calon kepala daerah yang tidak menyampaikan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) dalam Pilkada Serentak 2024.

Rencana itu disampaikan Idham Holik Anggota KPU RI sewaktu Uji Publik Rancangan PKPU tentang Kampanye Pilkada dan Rancangan PKPU Dana Kampanye Pilkada di Kantor KPU RI, Jakarta pada Jumat (2/8/2024).

Idham menjelaskan dalam aturan lama, yaitu Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2017, disebutkan bahwa pasangan calon kepala daerah yang tidak menyampaikan LPPDK akan dikenai sanksi diskualifikasi.

Kendati demikian, KPU saat ini berencana menghapus sanksi tersebut. Menurutnya, aturan sanksi diskualifikasi karena tak melapor LPPDK tidak diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Oleh sebab itu, lanjut Idham, KPU tidak bisa membuat aturan teknis yang bertentangan dengan aturan di atasnya.

Idham mengingatkan hierarki peraturan perundang-undangan sudah diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011. KPU hanya ingin melakukan pendekatan hierarki dalam menyusun aturan teknis.

Bagaimana menurut Anda, setuju atau tidak penghapusan sanksi diskualifikasi calon peserta Pilkada yang tidak lapor dana kampanye?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (8/8/2024) pagi, sebagian besar masyarakat tidak setuju dengan wacana penghapusan sanksi diskualifikasi calon peserta Pilkada yang tidak lapor dana kampanye.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 76 persen pendengar tidak setuju dengan penghapusan sanksi diskualifikasi calon peserta Pilkada yang tidak lapor dana kampanye. Sedangkan 24 persen lainnya setuju.

Kemudian dari data Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 73 persen partisipan menyatakan tidak setuju dengan penghapusan sanksi diskualifikasi calon peserta Pilkada yang tidak lapor dana kampanye. Lalu 27 persen sisanya setuju.

Menyikapi hal ini, Heroik M. Pratama peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, sikap KPU RI ini berbeda dengan Pilkada sebelumnya.

“KPU dalam uji publik PKPU dana kampanye, memunculkan wacana sanksi diskualifikasi bacalon kepala daerah yang tidak lapor dana kampanye. Padahal di Pilkada sbeelumnya ada sanksi diskualifikasi. Padahal kan kerangka hukumnya sama, tak ada aturan yang diubah, tapi kok tiba-tiba KPU membuat pendekatan berbeda?” terang Heroik ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis pagi.

Ia menilai sikap tersebut membuat transparansi dan integretas KPU sebagai penyelenggara Pemilu dipertanyakan. Sebab hal ini juga berkaitan dengan kepercayaan kepada hasil Pilkada.

“Publik kan harus tahu,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dana kampanye itu elemen tranparansi dan komitmen calon peserta yang akan maju di Pilkada, khususnya pada program anti korupsi. Ia menegaskan bahwa LADK dan LPPDK adalah elemen penting untuk anti korupsi.

Maka, Heroik M. Pratama kembali mempertanyakan sikap KPU RI. Apalagi, ia kembali menegaskan bahwa pada Pilkada sebelumnya, dengan pijakan hukum yang sama, namun tetap bisa ada saksi diskualifikasi.

“Bahkan yang tidak lapor sebagian besar paslon yang tidak menang dalam Pilkada. Tapi pasangan yang terpilih, apalagi mayoritas, itu mereka lapor kok, dan itu tidak masalah,” terangnya.

Heroik M. Pratama berpendapat, laporan dana kampanye ini menjadi salah satu alat uji. Sekaligus menjadi komitmen calon kepala daerah terhadap sikap anti korupsi.

“Itu terkhitab dari laporan dana kampaye yang mereka laporkan, apakah real pengeluaran dan pemasukannya. Kalau sejak awal tidak berkomitmen, patut dipertanyakan komitmennya pada anti korupsi,” jelasnya.

Berdasarkan pengalaman di Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres), Perludem dan ICW memantau dana kampamnye. Ia menilai partai politik (parpol) peseta Pemilu tak sungguh-sungguh dalam melaporkan dana kampanye.

“Contoh, ada parpol yang tidak melaporkan apk-nya, tidak ada besaran dananya, malah ada yang nol. Nah ini kan jadi pertanyaan besar. Itu ketika ada sanksinya saja, mereka buat asal-asalan. Nah kalau (sanksi) itu dihapus dan tak ada diskualifikasi, bagaimana jadinya?” tanya Heroik M. Pratama. (saf/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kurs
Exit mobile version