Priyono Adi Nugroho Kepala Bidang Divisi Advokasi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim mengatakan, masyarakat harus bisa jernih menilai kekerasan yang dilakukan guru terhadap murid. Guru memukul atau mencubit harus dilihat karena geregetan atau memang sengaja menyiksa.
“Guru misalnya melakukan kekerasan pada siswa dengan bentuk memukul siswa yangg nakal atau semacamnya, mesti dilihat apakah itu niat atau hanya gregeten saja. Kebanyakan, mereka (Guru) hanya gregetan saja, karena dulu mereka juga dapat perlakuan yang sama,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (23/7/2016).
Priyono mengatakan, sebaiknya perlakuan sanksi kepada anak harus didiskusikan di dalam keluarga. Kalau bisa jangan ada tindakan fisik tapi dipanggil saja.
“Saya usul dari dulu, kalau anak salah tetap harus diberi sanksi supaya anak juga paham, yang salah ya salah dan yang benar ya benar. Sanksinya bisa didiskusikan,” katanya.
Kalau di tingkat keluarga diberi hukuman ringan, misalnya kesenangan anak dikurangi, tapi hak-haknya tetap diberikan. “Misalnya, anak tidak diberi es krim, tapi tetap diberi makan pada umumnya. Jangan dihukum scoutjump, tapi ajarkan dia minta maaf sejak kecil dan mau mengakui kesalahannya,” katanya.
Menurut Priyono, kecenderungan anak era sekarang mulai berani melaporkan kekerasan yang dialaminya. Tapi, proses hukum kekerasan anak seringkali berhenti karena masih ada hubungan kekerabatan.
“Ada orang lapor ke kami, tapi lapor ke polisi tidak mau. Alasannya karena masih keluarga atau semacamnya,” katanya.
Sekadar diketahui, pada 23Juli ini merupakan peringatan Hari Anak Nasional 2016 menjadi istimewa, karena untuk pertama kalinya diadakan di luar Istana Kepresidenan yaitu dipusatkan di Taman Sangkareang, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Tema Peringatan Hari Anak Nasional 2016 adalah “Akhiri Kekerasan Terhadap Anak”.(bid/ipg)