Kamis, 17 Juli 2025
Emisi Gas Buang Jadi Syarat Dapat STNK

Sejak 1990-an Diwacanakan, Belum Pernah Terealisasi Sampai Sekarang

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan

Pengaturan emisi gas buang sudah diwacanakan sejak tahun 1990-an setelah Earth Summit di Rio de Janeiro tahun 1992. Kementerian Lingkungan Hidup kemudian meratifikasinya dalam bentuk peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 35 tahun 1993.

Peraturan ini mengatur ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor untuk sepeda motor 2 tak, 4 tak, dan mobil dengan BBM bensin dan diesel. Untuk ambang batas karbondioksida (CO) dipatok sama rata 4,5%, sedangkan sepeda motor 2 tak 3.000 ppm, 4 tak 2.400 tak, sedangkan mobil ber-BBM bensin 1.200 ppm. Sedangkan mobil bermesin diesel dipatok ketebalan gas buang senilai maksimal 50%.

Lalu pada 2006, peraturan itu direvisi. Dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Baru dan Yang Akan Diproduksi, tahun pembuatan kendaraan bermotor mulai dibedakan pengaturannya.

Adi Priyo Sembodo yang akrab dipanggil Ganton pengamat otomotif dari Oto Point mengatakan sejak awal 2000-an Kementerian Lingkungan Hidup merangkul stake holders otomotif merumuskan batas baku mutu emisi gas buang yang cocok untuk kondisi Indonesia. Waktu itu dilakukan rangkaian uji emisi gas buang untuk mengukurnya. Diantara kota yang kerap digelar uji emisi gas buang termasuk di Palembang, Medan, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar.

Waktu itu, mulai tahun 2004 hingga 2006 sebanyak seribu mobil lebih diuji emisinya. Dari sana diketahui tren hasil emisi gas buang mobil di Indonesia. Dengan standar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2006, diketahui bahwa mobil 70% berbahan bakar bensin lolos uji emisi. Artinya, sebagian besar mobil yang diuji, emisi gas buangnya tergolong bagus dari parameter peraturan tersebut.

Lain halnya dengan mobil berbahan bakar Solar. Dari data yang dianalisis oleh Institut Teknologi sepuluh Nopember (ITS), 84% mobil ternyata tidak lolos uji emisi.

Menurut Adi, meskipun sudah ada payung hukum dan kajiannya, ternyata belum ada satupun pemerintah daerah di Indonesia yang mengadopsi ketentuan ini. Inisiatif menerapkannya pernah dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada era kepemimpinan Sutiyoso. Waktu itu operasionalisasinya bekerjasama dengan bengkel-bengkel yang mendapatkan sertifikasi khusus dan memiliki alat sesuai spesifikasi yang ditentukan Dinas Perhubungan. Tapi kebijakan itu tidak bertahan lama.

Pada awal 2014 ini, Gamawan Fauzi Mendagri menginstruksikan seluruh kepala daerah untuk mengaplikasikan uji emisi gas buang kendaraan bermotor pada mekanisme perpanjangan STNK. Alasannya, telah terjadinya penurunan kualitas udara perkotaan yang sekitar 90% dikontribusi oleh polusi udara dari sektor transportasi.

Adi Priyo Sembodo menilai kebijakan ini patut diapresiasi. Namun dia mengingatkan kebijakan ini memerlukan peningkatan kualitas alat ukur dan SDM yang mengelolanya. Di sisi lain, penerapan uji emisi gas buang juga harus memperhatikan penyebaran populasi kendaraan bermotor. “Jangan sampai pemilik kendaraan jadi kerepotan, tidak bisa mendapat STNK karena kendaraan miliknya ada di luar daerah Samsat kendaraanya,” kata dia.(edy)

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 17 Juli 2025
25o
Kurs