Penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya juga membuat Pemkab Lumajang juga ikut menangani agar tidak membawa dampak tersendiri bagi daerah.
Sulsum Wahyudi, SKM Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Selasa (10/6/2014), mengatakan dampak yang dikhawatirkan daerah adalah bergelombangnya PSK yang berpindah dari Dolly ke tempat-tempat lain.
“Berpindahnya PSK ke daerah juga dengan membawa potensi penularan penyakit seksual. Baik Penyakit Seksual Menular (PSM) maupun HIV/AIDS. Ini yang menjadi kekhawatiran utama. Apalagi seluruh PSK Dolly memang rata-rata berasal dari berbagai daerah, baik dari Jatim maupun Provinsi lainnya,” kata dia.
Dari data sementara, lanjut dia,dari ribuan PSK di lokalisasi Dolly, 28 orang wanita harapan diantaranya berasal dari Kabupaten Lumajang. “Ke-28 PSK ini yang nantinya akan bersiap untuk dipulangkan lagi oleh Pemkot Surabaya bekerja sama dengan Pemprov Jatim,” paparnya.
Akan tetapi, sesuai instruksi Gubernur Jatim, seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur diminta untuk melakukan pendataan dan pengawasan terhadap pemulangan PSK ini ke daerah asalnya. Diantaranya, untuk memantau penyakit seksual menular bawaan dan potensi PSK tersebut kembali ke pekerjaan semula.
“Sebab sebagai kompensasi dari penutupan lokalisasi tersebut, para PSK akan mendapatkan bantuan modal dan sebagainya. Ya kita berharap, mereka tidak akan kembali lagi ke pekerjaan semula dan beralih dengan pekerjaan yang lebih mulia,” urainya.
Guna memulai pengawasan terhadap 28 PSK asal Kabupaten Lumajang yang akan dipulangkan, Pemkab Lumajang saat ini telah menugaskan Tim Gabungan yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial dan MUI (Majelis Ulama Indonesia) untuk melakukan pendataan sekaligus pembinaan terhadap PSK asal Lumajang di lokalisasi Dolly sebelum dipulangkan.
“Intinya, kita membantu mereka nanti agar bisa menjadi lebih mandiri. Bisa meniti kehidupan yang lebih baik. Kalau dari aspek kesehatan adalah, bagaimana kita mencegah penularan penyakit menular seksual. Apalagi, dilansir keberadaan PSK yang terpapar HIV/AIDS di Dolly yang berpotensi menyebar ke daerah lainnya. Ini yang kita upayakan dicegah secara optimal,” paparnya.
Sulsum Wahyudi menggambarkan, awal yang mengidap didominasi Pekerja Seks Komersial (PSK) yang menularkan kepada pria. Selanjutnya, pria menularkan kepada istrinya atau ibu rumah-tangga, lalu periode penularan berikutnya kepada anaknya.
“Itu penularan konvensional diluar penggunaan narkoba melalui jarum suntik,” terangnya.
Dengan pola penularan seperti itu, maka pemulangan PSK Dolly ini akan dipantau ketat agar tidak membawa dampak penyebaran penyakit ke daerah. Kondisi ini yang akan menjadi tantangan jajaran Dinkes untuk mengatasinya.
“Sebab, pola penanganannya akan sangat berbeda jika terkelompok. Semisal pada satu lokalisasi. Makanya, penutupan Dolly menjadi perhatian kita semua untuk mengantisipasi dampaknya. Sebagai tindaklanjut, Tim yang diberangkatkan ke Surabaya, akan mendeteksi satu-persatu PSK asal Lumajang di Dolly,” tuturnya.
Tim Gabungan, lanjut Sulsum Wahyudi, akan melakukan wawancara dengan PSK Lumajang yang akan dipulangkan. “Tim sudah berangkat sejak kemarin untuk tahap awal koordinasi. Nantinya, Tim akan melakukan tugas menjelang waktu pelaksanaan eksekusi penutupan Dolly,” pungkas dia.
Sementara itu, Drs Samsul Huda, Mpd Ketua PC NU Kabupaten Lumajang mengatakan, masyarakat diminta berperan aktif dalam memberikan kontribusinya untuk mencegah dini atas dampak ditutupnya lokalisasi Dolly ini.
“Bukan hal tidak mungkin, nantinya PSK akan berpindah ke daerah-daerah lain di Jawa Timur, termasuk di Lumajang. Untuk itu, pemerintah melalui instansi terkait juga harus melakukan pemantauan dan melakukan penertiban secara tegas. Agar prostitusi ini tidak menjadi masalah sosial yang berkepanjangan. Sehingga tercipta bagaimana Lumajang yang religius, sejahtera dan bermartabat,” kata dia. (her/dwi)
NOW ON AIR SSFM 100
