Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2015 yang diperkirakan akan tumbuh sampai lima persen, namun kini diperkirakan tidak akan mencapai empat persen. Hal itu disampaikan Kresnayana Yahya, Chairperson Enciety Business Consult kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (1/5/2015).
Menurutnya, salah satu penyebab lesunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah anjloknya harga BBM dunia hingga 50 persen sehingga mempengaruhi hampir semua komoditi mineral dan agro produk.
“Salah satu contoh ekstrem adalah karet yang tadinya US40 dolar per ton sekarang di bawah US2 dolar per ton. Hal tersebut membuat jumlah uang di Indonesia semakin berkurang,” kata Kresnayana.
Selain itu, adanya pemerintahan baru serta kementerian yang bergabung atau dipecah. “Akibatnya pencairan dananya perlu penyesuaian nomenklatur. Belum lagi sejak Oktober 2014 ada pengetatan penggunaan anggaran misalnya tidak boleh rapat di hotel,” katanya.
Di saat yang sama, persiapan yang sangat dekat dengan MEA dan kenaikan upah minimum yang sangat berarti juga membuat pertumbuhan ekonomi tidak semarak walau panen raya.
“Investor akan membandingkan jika investasi di Indonesia dan negara lainnya, contohnya saja upah minimum di Myanmar tidak sampai Rp1 juta dan di Vietnam tidak sampai Rp2 juta, walaupun upah minimum di China sudah mendekati Rp4 juta,” katanya.
Walau demikian, menurutnya, peluang investasi industri di Indonesia masih besar. Hal itu jika investor masuk di daerah ring 3 (Nganjuk, Jombang, Ngawi, Tuban dan Lamongan) yang upah minimumnya hanya Rp1,2-1,4 juta. “Salah satu pabrik di Rungkut Surabaya sudah pindah ke Nganjuk untuk menghemat upah tiga ribu buruh,” katanya.(iss/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
