Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Lumajang sempat mengalami penurunan, sejak 2 tahun lalu dipicu turunnya harga jual susu. Akhirnya peternak merugi dan munculah aksi jual ternak hingga jumlahnya terus merosot tajam.
Wiwin Kuswintarsih Kepala Bidang Bina Usaha Tani Kantor Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Senin (31/8/2015), mengatakan jumlah populasi sapi perah 2 tahun lalu menyusut tajam. Dari populasi 5.600 ekor dengan produksi susu 30 ribu liter, menyusut tinggal 2 ribu ekor saja.
“Dari harga susu Rp4.500 perliter, kemudian jatuh hingga Rp2.800 sementara harga pakan naik. Kondisi itu mengakibatkan para peternak menjual sapi perahnya secara besar-besaran. Jika semula setiap peternak memelihara minimal 5-10 ekor sapi perah di kandang, lambat-laun jumlah sapi perah mereka terus berkurang. Sebab jika dipertahankan, mereka mengalami kerugian yang lebih banyak lagi, sebab harga pakan juga terus naik,” katanya.
Awalnya, para peternak menjual anakan yang masih produktif, sedangkan indukan terus dipelihara untuk dipertahankan komoditi susunya. Setelah anakan habis terjual, peternak akhirnya menjual indukannya.
“Sebagai contoh aksi jual secara massive selama 2 tahun ini, ternak sapi perah di Dusun Pancen, Desa Kandangan, Kecamatan Senduro sampai habis. Untuk sapi perah, pengembangannya memang hanya di wilayah Kecamatan Senduro saja. Sedangkan di wilayah Kecamatan lainnya tidak ada,” terangnya.
Aksi jual itu, menyebabkan populasi ternak sapi perash turun hingga tersisa hanya 2 ribu ekor saja. Selain karena persoalan harga susu, ternak yan tersisa juga lambat diregenerasi, sehingga produk susu semakin sedikit saja.
“Penyebabnya, bagaimana peternak mau meregenerasi sapi perahnya, sebab mereka tidak bersemangat. Soalnya harga susunya rugi, dan peternak terus membutuhkan tambahan dana. Akhirnya setiap ada anakan langsung dijual. Otomatis, ternak indukannya lama-kelamaan tua. Setelah itu, indukan yang tua dijual juga, akhirnya habis,” tuturnya.
Setelah harga susu cukup lama jatuh datang mitra baru dan harga susu kembali naik. Harga susu kemudian naik lagi dari Rp2.800 perliter menjadi sekitar Rp4.500 perliternya. Bahkan ada yang mencapai Rp4.800 perliter untuk susu kualitas bagus. Sedangkan, kenaikan harga susu ini juga didukung dengan harga pakan yang tetap stabil di harga yang sama.
“Dengan kondisi seperti ini, peternak bergairah lagi. Peternak kalau harga susu sudah mencukupi pakan, maka peternak sudah enak. Dengan peternak yang semakin bergairah, mereka kemudian kembali menggenjot populasi ternaknya. Saat ini populasi ternak kembali ditingkatkan menjadi lebih dari 5 ribu ekor. Dengan harga susu yang bagus, sekarang jarang peternak yang kembali menjual sapi perahnya,” urainya.
Dengan harga susu menguntungkan seperti ini, peternak tidak usah disuruh lagi untuk mengoptimalkan ternaknya. Sekarang peternak malah berlomba-lomba mengembangkan dan memperbanyak ternak sapinya. Dari data terakhir, produksi susu mencapai 25 ribu liter perhari yang telah dikumpulkan KUD Senduro.
Setelah peternak kembali bergairah, Dinas Peternakan akan memberikan bantuan modal dari APBN bagi peternak. Terutama bagi peternak yang dulu memelihara banyak dan sekarang sedikit. Untuk peternak modal menengah, diberi bantuan modal stimulan berupa bunga 6 persen.
“Ini bunga menurun. Misalnya pinjamnya Rp300 juta, peternak boleh mengansur 6 bulan kemudian. Modal ini untuk tambahan bibit sapi perahnya. Dan pinjaman ini ada agunannya. Lembaga perbankan hanya membantu bunganya saja. Kalau bunga komersil kan mencapai 12 persen. Targetnya, perbanyakan sapi perah di Kabupaten Lumajang akan kembali maksimal hingga mencapai 6 ribu ekor,” jelasnya.
Jumlah populasi ini, menurut Wiwin Kuswintarsih, sebenarnya sangat sedikit dibandingkan Pasuruan yang populasi ternak sapi perah mencapai 45 ribu ekor. Ini disebabkan kluster sapi perah di Lumajang hanya terdapat di wilayah Kecamatan Senduro saja.
Di wilayah lereng Semeru ini, ternak sapi perah dikembangkan dengan sistem Rumah Tangga Peternak (RTP). Setiap keluarga peternak rata-rata memiliki 5-10 ekor. Sebab memelihara ternak sapi perah 2 ekor akan merugi.
“Dalam sehari perah, rata-rata seekor ternak sapi bisa menghasilkan 11 liter, dengan waktu produksi pertahunnya selama 265 hari. Usia sapi perah produktif mulai 2-10 tahunan. Namun tergantung pemeliharaan. Yang paling produktif adalah anak kedua bulan ketiga yang produksi susunya bagus,” pungkas dia. (her/dwi/ipg)
Teks Foto :
-Wiwin Kuswintarsih.
Foto : Sentral FM
NOW ON AIR SSFM 100
