Ada fakta menarik yang terungkap dalam kasus pengeroyokan warga penolak tambang di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang. Ternyata, dua tokoh aktivis penolakan tambang pasir di pesisri pantai Watu Pecak ini, sebelumnya sempat meminta perlindungan ke Polsek Pasirian atas ancaman pembunuhan yang dilakukan orang-orang yang tergabung dalam kelompok pro tambang.
Dan orang-orang yang dilaporkan mengancam bunuh Salim alias Kancil (51), warga Dusun Krajan II dan Tosan (51), warga Dusun Persil, Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian ini, belakangan adalah para pelaku pengeroyokan yang telah ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh aparat Polres Lumajang.
Fakta ini diungkapkan Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang yang terdiri dari: Laskar Hijau, WALHI Jawa Timur, KONTRAS Surabaya, dan LBH Disabilitas, Senin (28/9/2015).
Melalui keterangan pers yang disampaikan, kekerasan yang terjadi di Desa Selok Awar-Awar semakin menegaskan bahwa perlindungan terhadap warga yang berjuang mempertahankan lingkungan dan ruang hidupnya belum terjamin.
“Sebelum peristiwa penyerangan yang menyebabkan tewasnya Salim, Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang sudah mengadukan ancaman yang dialamatkan kepada mereka,” kata Aak Abdullah Al Kudus juru bicara Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang.
Diungkapkannya, pada 11 September lalu, Forum sudah melaporkan secara resmi ancaman yang dialamatkan terhadap Tosan ke Polsek Pasirian. Namun laporan ini tidak mendapatkan tanggapan yang cukup.
“Karena nama-nama mereka yang memberikan ancaman sama sekali tidak diproses oleh pihak kepolisian. Orang-orang yang dilaporkan tersebut juga yang kemudian benar-benar melakukan penyerangan terhadap Tosan dan Salim alias Kancil. Jika pihak kepolisian memiliki kesungguhan untuk melindungi keselamatan warga, sejatinya peristiwa tragis ini tidak perlu harus terjadi,” paparnya.
Terkait penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan, masih kata Aak Abdullah, telah berlangsung lama. Bukan hanya di Selok Awar-Awar saja penolakan aktivitas penambangan pasir di pesisir selatan Lumajang telah menimbulkan keresahan dan penolakan. Namun, penolakan sama juga terjadi di wilayah pesisir lainnya.
“Sebelumnya di Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Antam juga telah menimbulkan konflik. Konflik serupa juga muncul di Desa Pandanarum dan Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh. Panjangnya daftar konflik akibat aktivitas penambangan di kawasan pesisir selatan Lumajang ini, rupanya tidak menjadi pelajaran bagi Pemkab Lumajang beserta aparat keamanannya,” teranya.
Meskipun, lanjutnya, aktivitas penambangan tersebut banyak yang beroperasi secara ilegal dan merusak lahan pertanian pesisir pantai sehingga rentan berkonflik dengan petani penggarap lahan pesisir. “Sama sekali tidak ada tindakan tegas yang dilakukan, padahal jika situasi ini terus dibiarkan maka konflik yang terjadi akibat aktivitas pertambangan akan terus memburuk,” jelasnya.
Untuk itu, Aak Abdullah menegaskan, Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang yang terdiri dari: Laskar Hijau, WALHI Jawa Timur, KONTRAS Surabaya, dan LBH Disabilitas mendesak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk serius mengusut para pelaku pengeroyokan sadis terhadap Salim alias Kancil dan Tosan hingga aktor intelektualnya dan diganjar hukuman seberat-beratnya.
“Selain itu, kami mendesak Pemkab Lumajang segera menutup seluruh pertambangan pasir di pesisir selatan Lumajang.Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga harus memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban dalam kasus ini. Selain itu, Komnas HAM kami dorong turun ke lapangan dan melakukan Investigasi dan Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan trauma healing kepada keluarga korban Salim alias Kancil serta anak-anak PAUD yang menyaksikan insiden penganiayaan tersebut,” pungkas Aak Abdullah.
Menjawab desakan ini, Kapolres Lumajang AKBP Fadly Munzir Ismail mengatakan, bahwa permintaan perlindungan terhadap korban sebelumnya, telah dilakukan. “Diminta ataupun tidak, polisi harus memberikan perlindungan. Kalau secara riil, yang kita turunkan adalah fungsi intel. Masih ada 30 personil lainnya dibantu unsur TNI dan Satpol PP. Sehingga, kalau kemudian kami dinilai kebobolan, tidak juga. Kalau kebobolan, tidak mungkin kami mengungkap tersangka sebanyak ini,” katanya.
Bahkan, Kapolres Lumajang menambahkan, perlindungan terhadap saksi sudah diberikan dengan menempatkan personil dari intel (fungsi tertutup, red) untuk memonitor keamanan keluarga korban dan di lingkungan Desa setempat. Khusus untuk di rumah keluarga korban, kami tempatkan dua personil, dan di Desa ada 1 regu intel,” paparnya.
AKBP Fadly Munzir Ismail juga menjamin, pihaknya akan all out menangani kasus ini sampai tuntas. “Kami sudah diback-up Polda Jatim dan menjadikan kasus ini prioritas. Apalagi, kasus ini menjadi atensi Kapolri dan Kapolda Jatim. Jadi kasus ini akan kami usut sampai tuntas,” pungkas AKBP Fadly Munzir Ismail. (her/rst)
Teks Foto :
– Korban Salim alias Kancil, warga penolak tambang yang dikeroyok dan dibunuh secara keji oleh kelompok warga pro tambang di Desanya.
– Potret Salim alias Kancil semasa hidup.
Foto : Sentral FM.
NOW ON AIR SSFM 100
