Penyidik gabungan, Kamis (1/10/2015), akhirnya menjerat Haryono, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang sebagai aktor intelektual dalam kasus tambang berdarah di Desanya.
Haryono dijerat dengan pasal berlapis, yakni pembunuhan berencana sesuai pasal 340 subsider pasal 338 KUHP. Penetapan tersangka terhadap otak aksi pengeroyokan terhadap dua warga penolak tambang yang mengakibatkan Salim alias Kancil tewas dan Tosan kritis ini, menambah daftar perkara yang harus dihadapinya.
Pasalnya, sebelumnya penyidik telah menjerat Haryono dengan kasus penambangan illegal sesuai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Minerba.
AKBP Fadly Munzir Ismail Kapolres Lumajang Dikonfirmasi Sentral FM di Pendopo Kabupaten Jl. Alun-Alun Selatan mengatakan, penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik gabungan Polres Lumajang, Polda Jatim, Bareskrim Mabes Polri dan Kejari Lumajang melakukan gelar perkara di Mapolres Lumajang.
“Hasilnya, berdasarkan gelar perkara tersebut penyidik menetapkan Haryono sebagai tersangka dengan jeratan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider pasal 338 KUHP. Dan tersangka dari hasil penyidikan, sudah cukup bukti turut melakukan perencanaan, memfasilitasi dan membantu terjadinya peristiwa tersebut,” katanya.
Tersangka Haryono, masih menurutnya, saat ini masih terus menjalani penyidikan untuk melengkapi berkas perkaranya di Mapolres Lumajang. Namun, hari ini juga penyidik akan membawa seluruh tersangka yang terlibat dalam kasus tambang berdarah di Desa Selok Awar-Awar ke Mapolda Jatim.
“Ada 4 tersangka termasuk Hariyono yang hari ini juga akan dibawa ke Mapolda Jatim. Mereka akan ditahan di sana untuk alasan keamanan. Sedangkan dua tersangka lainnya yang berusia di bawah umur, tidak ditahan dan statusnya tetap wajib lapor,” paparnya.
Hal ini, lanjut AKBP Fadly Ismail, dilakukan atas dasar alasan keamanan saja. Pasalnya, eskalasi keamanan jika seluruh tersangka ditahan di Mapolres Lumajang akan sangat membutuhkan pengamanan ekstra ketat. Termasuk juga, potensi terjadinya aksi demo yang terus menyusul, juga akan merepotkan petugas sendiri.
“Jadi kalau ditahan di Mapolda Jatim, kalau ada masyarakat demo silahkan langsung ke Surabaya. Di sana personel pengamanannya lebih banyak. Namun yang terpenting adalah, penahanan di Mapolda itu karena ruang tahanan di Mapolres Lumajang tidak mencukupi,” terangnya.
Dengan penetapan Haryono sebagai aktor intelektual, Kapolres Lumajang menyebutkan, bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tambang berdarah ini tidak selesai begitu saja. Namun, penyidik gabungan masih akan tetap melakukan pengembangan kasusnya.
“Karena dimungkinkan masih ada tersangka lainnya lagi. Termasuk kemungkinan adanya aktor intelektual lainnya. Itu masih dalam penyelidikan dan penyidikan. Apakah nantinya mengarah ke korporasi, oknum lain atau bagaimana, semuanya tergantung dari penyelidikan dan penyidikan. Dalam kaitan ini, kami sangat gerbuka jika ada informasi, utamanya dari kalangan LSM yang turut mengawasi jalannya proses hukum kasus ini. Sampaikan data kepada kami,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, AKBP Fadly Munzir Ismail menjelaskan juga, bahwa dari hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan, penetapan status tersangka sebagai aktor intelektual ini sesuai dengan data dan fakta lapangan yang dipertajam dengan bukti petunjuk melalui proses penyidikan.
Kapolres juga menyampaikan, soal indikasi adanya keterlibatan oknum kepolisian dalam kasus ini, ditegaskannya tidak ada. “Kalau ada oknum polisi yang terlibat, kasus ini tentu tidak akan terungkap dengan cepat. Karena pasti ada resistensi dari oknum-oknum tersebut,” tegasnya.
Soal penyelesaian kasus ini, ia juga menegaskan, akan memenuhi perintah Kapolri Jendral Badrotin Haiti yang memberinya waktu seminggu semuanya tuntas. “Namun, kalaupun dalam perjalanannya ada bukti-bukti baru atau novum baru, maka hal itu tidak menutup kemungkinan masih akan terjadi pengembangan perkara untuk melengkapinya,” pungkas AKBP Fadly Munzir Ismail. (her/dwi)
NOW ON AIR SSFM 100
