Pemerintah dan DPR sudah sepakat terkait Revisi UU KPK. Hal ini disampaikan Arwani Thomafi anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI.
Menurut Arwani, sejauh ini tidak ada fraksi yang menolak revisi UU KPK. Hanya saja yang belum setuju itu soal kapan dan subtansi pasal apa saja yang akan direvisi.
“Jadi soal revisi UU KPK ini, Pemerintah dan DPR sudah sepakat semuanya. Sepakat merevisi. Yang belum sepakat adalah kapan dan substansi apa saja yang akan direvisi. Tidak ada fraksi yang menolak revisi UU KPK masuk di long list. Juga tidak ada yang menolak usul Pemerintah untuk memasukkan revisi UU KPK di prioritas 2015,” ujar Arwani dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/10/2015).
Dia menegaskan, kalaupun ada suara penolakan dari anggota dewan, itu baru sebatas di media, tapi belum tentu sebagai sikap resmi di dalam rapat.
“Walaupun ada yang menyatakan menolak tapi baru sebatas di media. Bedakan antara sikap di rapat resmi di DPR dengan pernyataan di media,” paparnya.
Soal tanda tangannya yang disebut sebagai pengusul atau setuju dengan draft revisi UU KPK, Arwani mengatakan kalau tanda tangan itu tidak bisa dikatakan mutlak setuju semuanya.
“Tidak bisa di-“gebyah uyah” atau digeneralisir bahwa semua yang tanda tangan sebagai setuju dengan seluruh atau sebagian draft Revisi UU KPK yang beredar itu. Tanda tangan saya tidak ada hubungannya dengan isi draft RUU yang beredar,” kata dia.
Tanda tangan itu, lanjutnya, dimaksudkan untuk usulan agar revisi UU KPK itu tidak hanya diusulkan oleh Pemerintah tapi juga diusulkan oleh DPR. Sehingga menjadi usulan bersama dan dimasukkan di prolegnas 2016, sehingga bukan untuk dibahas di 2015.
Kalau tanda tangan itu dianggap setuju juga dengan isi seluruh draft yang beredar, Arwani mengaku akan menarik kembali tanda tangan yang sudah dibubuhkannya itu.
“Jika disimpulkan bahwa yang tanda tangan itu adalah juga yang setuju dengan seluruh isi draft RUU yang beredar dan yang saya tidak tahu menahu itu, maka saya akan menarik tanda tangan saya,” tandasnya.
Ditanya soal tanda tangan tanpa baca draft RUU terlebih dulu, Arwani menegaskan kalau hal itu bukan soal tidak baca tapi memang tidak tahu menahu ada draft itu, dan dalam praktiknya selama ini tahapan pengusulan RUU menjadi prioritas atau menggeser RUU dari longlist ke prioritas tidak dipersyaratkan harus ada tersedia lengkap draft RUU nya.
Waktu Pemerintah yang diwakili Menkumham usul menggeser revisi UU KPK dari long list ke prioritas 2015, anggota Baleg juga tidak membaca dulu draft RUU nya. Waktu itu hanya disampaikan urgensi revisi UU KPK. Dan sekali lagi tidak ada fraksi yang menolak.
Ia menjelaskan, tanpa ada tanda tangannya pun, saat ini posisi Revisi UU KPK sudah ada di prolegnas prioritas 2015 sebagai usulan Pemerintah. Saat itu disepakati RUU KPK masuk ke 2015 menggantikan Revisi UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sehingga yang berhak untuk menyampaikan draft RUU KPK itu adalah Pemerintah.
Jika DPR atau anggota DPR ingin sebagai yang menyampaikan draft maka harus diubah lagi status pengusul dalam rapat pleno Baleg dan rapat paripurna DPR. Dari Pemerintah sebagai pengusul diubah menjadi DPR sebagai pengusul, atau DPR dan Pemerintah sebagai pengusul bersama.
“Jadi, tanpa atau dengan tanda tangan saya, DPR sudah sejak Juni 2015 lalu sepakat dan tidak menolak adanya revisi UU KPK,” pungkasnya.(faz/iss/ipg)
NOW ON AIR SSFM 100
