
AM Fatwa Ketua Badan Kehormatan DPD RI mengingatkan pada pemerintah, banjirnya investasi, tenaga kerja dan proyek-proyek yang dikuasai oleh China, Taipan di pemerintahan Jokowi-JK seperti proyek kereta api cepat “Jakarta-Bandung” senilai Rp 78 triliun, dan berbagai perusahaan lainnya itu jika dibiarkan bisa menimbulkan “Revolusi Sosial”.
DPD RI khawatir dengan gelombang perekonomian saat ini ada pemboncengan Tiongkok untuk kepentingan politik seperti era Orde Lama.
“Saya makin khawatir belakangan ini malah ada Kongres PKI Gaya Baru di Magelang, tapi dibantah oleh Ilham Aidit. Apalagi ada kecenderungan membangun poros ekonomi Jakarta- Beijing,” tegas AM Fatwa dalam dialog kenegaraan “Menjawab hak bertanya DPD RI tentang urgensi Perpres KA Cepat Jakarta-Bandung” di Gedung DPD/MPR RI Jakarta, Rabu (3/11/2015).
Khusus transportasi KA Cepat Jakarta-Bandung ini urgensinya apa?
“Bukankah janji Jokowi akan mempercepat poros maritim dengan tol laut? Seharusnya membangun Teluk Tomini di Sulawesi yang bisa sama dengan Panama dan Teruan Suess. Padahal, dari awal Jokowi menolak KA Cepat Jakarta-Bandung itu karena mahal dan dari APBN. Lalu, ada apa dengan Rp 78 triliun itu?” tanya AM Fatwa.
Fatwa sendiri menyesalkan dengan sikap pejuang reformasi Mei 1998 yang kini menjadi tokoh nasional, sebab ternyata sudah tidak memiliki moralitas politik dan tak mempunyai kepribadian politik lagi serta ingkar janji, sehingga mengkhawatirkan terjadi “Revolusi sosial”.
“Kalau kondisi ini dibiarkan, saya khawatir akan terjadi revolusi sosial,” ujarnya.
Untuk itulah kata Fatwa, dirinya dan Ayi Hambali serta 75 anggota DPD RI menandatangani hak bertanya terkait proyek KA Cepat Jakarta-Bandung high speeed train-HST yang hanya berjarak 150 Km tersebut.
Investor dari Jepang menawarkan jauh lebih murah Rp 60 triliun dan Tiongkok Rp 78 triliun/5,6 miliar dollar AS (di luar pembebasan lahan).
“Sayangnya pada pertemuan Diaspora Doha Qatar pada Senin (14/9/2015) Jokowi melanjutkan proyek itu dan memilih Tiongkok sebagai pemenang,” tambahnya.
Melalui hak bertanya ini menurut Fatwa, Presiden Jokowi bisa menjelaskan pertimbangan pemerintah dalam melanjutkan proyek HST tersebut dan siapa saja yang amat berkehendak sehingga Jokowi menerbitkan Perpres No.107/2015 itu, padahal Indonesia Timur dan Barat (Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Papua) jauh lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur.
“Juga terkait tenaga kerja asing (TKA) apakah harmonis dengan UU No.25/2007 tentang penanaman modal dan UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan?” tanya Fatwa lagi.(faz/rst)