Selasa, 1 Juli 2025

Dosen Ubaya: ChatGPT Tidak Bisa Gantikan Peran Psikolog

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi ChatGPT. Foto: Getty Images

Afinnisa Rasyida Dosen Pendidikan Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) sekaligus Wakil Direktur Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologi Ubaya mengatakan, munculnya fenomena masyarakat curhat ke ChatGPT memang bisa menjadi pendukung sarana mencurahkan hati, namun tidak bisa menggantikan tenaga profesional kesehatan mental seperti psikolog.

“Masyarakat perlu memahami kapan bisa menggunakan ChatGPT sebagai support. Misalnya, untuk membantu manajemen stres ringan, kondisi overthinking, butuh diskusi dan refleksi diri. Bukan untuk mengganti layanan profesional, khususnya pada kasus yang sudah mengganggu keberfungsian individu seperti depresi berat atau risiko bunuh diri,” katanya, Selasa (20/5/2025).

Afinnisa mengatakan, munculnya fenomena tersebut disebabkan oleh pengguna yang ingin mendapat dukungan emosional dengan akses yang mudah, murah, dan bebas konsekuensi sosial.

Dalam teori help-seeking behavior di bidang Psikologi, ia menjelaskan bahwa seseorang yang mencari bantuan sangat dipengaruhi oleh faktor personal, sosial, dan struktural. Misalnya rasa takut mendapat stigma, keberatan dengan harga dan lokasi, serta keterbatasan tersedianya psikolog terdekat. Sehingga, ChatGPT dipilih sebagai alternatif yang paling terjangkau.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa ChatGPT memiliki risiko kesalahan dalam memahami pertanyaan atau jawaban, sehingga hanya memberikan ketenangan yang bersifat sementara.

“ChatGPT tidak mampu memahami kondisi krisis kita secara mendalam. Karena analisanya bersifat umum. Juga tidak bisa memberikan penilaian dan intervensi yang tepat. Kita harus ingat bahwa AI tidak dapat menggantikan intervensi klinis untuk kasus berat.” ucapnya.

Pihaknya memberikan alternatif lain untuk mengekspresikan emosi dan menjaga kesehatan mental, yakni dengan menulis jurnal atau diary, karena dapat menjadi alternatif untuk mencatat pola emosi dan pemicu stres.

“Ekspresi emosi bisa dilakukan dengan journaling. Journaling secara terstruktur. Untuk yang memiliki hambatan tertentu, sekarang layanan psikolog juga merambah ke layanan online, baik berbasis teks maupun layanan video call atau video conference,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, alternatif lain juga bisa dilakukan dengan bergabung komunitas support group sesuai dengan kondisi permaslahan yang dihadapi.

“Di Indonesia sudah berbagai platform yang lebih fleksibel, misal adanya aplikasi layanan psikologi dan aplikasi bantuan relaksasi,” tandasnya. (ris/saf/ipg)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Selasa, 1 Juli 2025
28o
Kurs