Sabtu, 11 Oktober 2025

IDAI Ingatkan Bahaya Putus Obat TBC Bisa Munculkan Kuman Kebal yang Sulit Disembuhkan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi - Tuberkulosis. Foto: iStock Ilustrasi - Tuberkulosis. Foto: iStock

Dokter (dr.) Nastiti Kaswandani, Ketua Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengingatkan bahwa pengobatan tuberkulosis (TBC) yang terputus dapat menimbulkan dampak serius, termasuk munculnya kuman yang kebal obat.

“Itu ada bahayanya. Bukan hanya tidak sembuh, tetapi si kuman yang sedang diobati itu menjadi kebal obat,” kata dr. Nastiti di Jakarta, Sabtu (31/5/2025), seperti dilansir Antara.

Kondisi tersebut dikenal sebagai Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO). Pada kasus ini, obat anti-tuberkulosis (OAT) yang diberikan pada tahap awal tidak lagi efektif mengatasi bakteri Mycobacterium tuberculosis di tubuh pasien.

Pasien TB RO harus mengonsumsi lebih banyak obat setiap hari dan menjalani pengobatan lebih lama, yaitu antara sembilan hingga 24 bulan. Proses ini membutuhkan pemantauan ketat dari tim medis untuk menilai perkembangan pengobatan dan memastikan kesembuhan.

Menurut dr. Nastiti, pasien TB RO juga berisiko menularkan kuman yang sudah kebal obat kepada orang lain, sehingga memperumit upaya penanggulangan TBC secara nasional.

Agar tidak berkembang menjadi TB RO, pasien harus disiplin mengonsumsi obat secara teratur hingga tuntas, sesuai dengan standar pengobatan yang telah ditetapkan.

Ia menjelaskan, putus obat bisa terjadi karena pasien lupa minum obat beberapa hari berturut-turut atau kerap memuntahkan obat yang telah diminum. Dalam kasus seperti itu, pasien dianjurkan menjalani pemeriksaan ulang untuk memastikan apakah sudah terjadi resistensi obat dan perlu mengulang pengobatan dari awal.

Namun, dr. Nastiti menegaskan bahwa tidak semua kasus kelupaan satu hari minum obat berarti harus mengulang pengobatan dari awal.

“Bukan juga berarti sudah minum obat empat bulan teratur, kemudian satu hari lupa atau ketinggalan ketika pergi keluar kota, itu bukan berarti mulai lagi dari awal,” jelasnya.

“Dokter akan memperhitungkan berapa persentase obat yang sudah berhasil diminum dan berapa yang terlewat. Kalau miss-nya sedikit, obat bisa tetap dilanjutkan,” tambah dokter konsultan respirologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo itu.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, pengobatan TBC dapat menimbulkan efek samping pada hati, baik pada pasien anak maupun dewasa. Misalnya, muncul gejala kuning karena hati sedang beradaptasi dengan obat.

“Kalau seperti itu, dokter bisa menyarankan untuk menghentikan obat sementara sampai gejalanya mereda, lalu pengobatan dilanjutkan lagi,” ujarnya.

Pemantauan intensif biasanya dilakukan pada dua bulan pertama pengobatan TBC. Jika pasien merespons dengan baik, akan terlihat perbaikan klinis seperti berkurangnya demam dan peningkatan berat badan.

“Pada anak, ketika sudah menyelesaikan pengobatan dengan obat anti-tuberkulosis secara penuh dan dinyatakan sembuh, jangka panjangnya tidak akan berefek apa-apa lagi,” tutup dr. Nastiti. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Gedung Ex-Bioskop Jalan Mayjen Sungkono

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Surabaya
Sabtu, 11 Oktober 2025
33o
Kurs