Kamis, 17 Juli 2025

GREAT Institute Diharapkan Jadi Jangkar Pemikiran Strategis Presiden

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Peluncuran GREAT Institute yang dihadiri Bima Arta Sugiarti Wamendagri, Selasa (3/6/2025) lalu. Foto: Antara

Global Research on Economics, Advance Technology and Politics atau GREAT Institute lahir sebagai lembaga pemikiran (think tank) yang diharapkan bisa menjadi mitra berpikir presiden yang independen, teknokratis, dan berorientasi pada data.

Dr Eko Wahyuanto Dosen Sekolah Tinggi Multimedia ST-MMTC Yogyakarta menerangkan, Prabowo Subianto Presiden membutuhkan penguatan pandangan ideologis yang berbasis pada pemikiran kritis, terutama dalam menyusun sebuah kebijakan.

“Lembaga baru ini diharapkan menjadi salah satu jangkar konseptual bagi pemerintahan Presiden Prabowo dalam menyusun arah kebijakan strategis nasional dan program prioritas ke depan,” terangnya, melansir Antara, Kamis (5/6/2025).

Eko beranggapan, di tengah dinamika yang ada, Prabowo membutuhkan mitra berpikir yang tidak hanya mampu memperkuat kapasitas pengambilan keputusan negara, tapi juga menjaga kesinambungan gagasan kebangsaan yang progresif dan inklusif.

Peluncuran GREAT Institute, diharapkan mampu memformulasikan kebijakan berdasarkan bukti dan analisis mendalam. Dengan pendekatan lintas disiplin, lembaga ini menyasar berbagai isu strategis, seperti ketahanan nasional, transformasi ekonomi, diplomasi regional, hingga tantangan iklim.

“Lembaga ini harus terbuka pada kritik, bersandar pada integritas akademik, serta menjaga jarak dari tarik-menarik kepentingan jangka pendek. Sehingga kehadirannya bukan sekadar aksesoris politik, melainkan berperan ikut memainkan perumusan strategi untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan,” ungkapnya.

Menurut Eko, tantangan utama mitra berpikir bukanlah kekurangan ide, melainkan menjaga jarak aman dari godaan kekuasaan.

Dengan menekankan independensi kelembagaan, lanjut Eko, GREAT Institute harus bisa menghindari jebakan politik praktis dengan menciptakan iklim dialogis yang sehat dan setara antara nilai-nilai pengetahuan akademik dengan keputusan politik.

“Ini akan menjadi tradisi baru yang jarang ditumbuhkan dalam sistem birokrasi kita,” tegasnya.

Kehadiran GREAT Institute tidak luput dari perhatian dan sambutan sejumlah pakar kebijakan internasional, salah satunya Dr Elizabeth C. Economy dari Council on Foreign Relations.

Dia menilai inisiatif ini dapat membantu Indonesia merumuskan sikap strategis yang lebih matang di tengah dinamika kawasan Indo-Pasifik.

“Tantangan global, seperti perubahan iklim, ketegangan maritim, dan disrupsi teknologi, mitra berpikir seperti GREAT Institute bisa menjadi penopang kebijakan luar negeri dan domestik yang lebih adaptif dan presisi,” ungkapnya.

Ada pun Prof Rory Medcalf dari Australian National University menilai GREAT Institute berpeluang memainkan peran yang serupa dengan Lowy Institute di Australia, yakni menjadi jembatan antara pemikiran domestik dan kebijakan regional, jika dijalankan secara konsisten dan terbuka.

Di Asia Selatan, Dr Shankari Sundararaman dari Jawaharlal Nehru University, India, memandang GREAT Institute sebagai upaya Indonesia untuk mengisi kekosongan wacana strategis yang berbasis publik.

“Indonesia berpotensi menjadi pemimpin pemikiran di Asia Tenggara, dan lembaga seperti ini dapat memperkuat diplomasi intelektualnya,” katanya.

Meski menuai apresiasi positif, sejumlah pengamat mengingatkan pentingnya GREAT Institute menjaga jarak dengan kekuasaan politik.

“Independensi itu tidak hanya deklaratif, tapi harus dibuktikan dengan keberanian menyuarakan hal yang tidak populer sekalipun. Ditekankan bahwa rekam jejak dan produk pemikiran yang konsisten akan menjadi ukuran utama reputasi lembaga ini, baik di dalam negeri maupun di mata mitra internasional,” jelasnya.

Eko mengungkapkan bahwa peluncuran GREAT Institute sangat strategis, mengingat Indonesia, saat ini memasuki periode baru kepemimpinan nasional, dengan sejumlah tantangan menghadang.

Dengan karakter Prabowo Presiden yang dikenal memiliki ketertarikan terhadap isu-isu strategis dan geopolitik, keberadaan lembaga ini dipandang sebagai kanal artikulasi ide, sekaligus pusat sintesis kebijakan.

“Tantangan ke depan membuktikan bahwa GREAT Insitute mampu menjadi ruang yang egaliter dan kredibel, bukan hanya etalase kebijakan formal. Jika berhasil, GREAT Institute dapat menjadi model mitra berpikir Indonesia masa depan yaitu, terbuka, reflektif, dan terhubung dengan ekosistem intelektual global,” tuturnya.

Sementara dalam konteks regional, Eko menilai GREAT Institute bisa memperkuat posisi Indonesia dalam diplomasi multilateral, seperti ASEAN, IORA, maupun G20. Peran ini menjadi relevan, mengingat perlunya narasi kebijakan luar negeri yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif dan berkarakter Indonesia.

“Negara besar membutuhkan pemikiran yang tidak hanya besar, tapi juga bijak. GREAT Institute diharapkan mampu ikut memperkokoh nalar ini,” tandasnya.(ant/kir/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Kamis, 17 Juli 2025
25o
Kurs