
Setelah menunaikan wukuf di Arafah, jemaah haji kini memasuki tahapan krusial berikutnya: mabit di Muzdalifah dan Mina, serta pelaksanaan lempar jumroh.
Aini Kusuma penyiar Radio Suara Surabaya dalam Catatan Haji yang didukung Shafira Tour & Travel dari Tanah Suci melaporkan, rangkaian ibadah ini bukan hanya menuntut kesiapan spiritual, melainkan juga stamina fisik yang prima.
Lempar jumroh—ritual melempar kerikil ke tiga titik jumroh di Mina—bukan sekadar simbolis. Ini merupakan penghayatan atas perjuangan Nabi Ibrahim AS yang menolak bujuk rayu setan untuk meninggalkan perintah Allah SWT.
Dengan melempar kerikil, jemaah menegaskan penolakan terhadap bisikan jahat yang menyesatkan hati dan pikiran.
Namun, kondisi fisik yang lelah membuat sebagian jemaah memilih untuk menitipkan atau mewakilkan pelaksanaan lempar jumroh kepada keluarga atau petugas.
Padahal, bagi yang mampu, ibadah ini menyimpan makna spiritual yang dalam dan sangat layak dijalankan secara langsung.
Pelaksanaan lempar jumroh dimulai pada 10 Zulhijah setelah matahari terbit, dan berlanjut selama tiga hari Tasyrik—11, 12, dan 13 Zulhijah. Pada hari-hari ini, ketiga jumroh (Ula, Wustha, dan Aqabah) dilempari secara berurutan.
Sebelum melaksanakan lempar jumroh, jemaah dianjurkan untuk bersuci, baik dengan mandi wajib maupun berwudu jika tidak dalam keadaan junub.
Makna jumroh tidak hanya terbatas pada perlawanan terhadap setan, tetapi juga simbol perjuangan manusia menyingkirkan ego, kesombongan, dan keangkuhan yang bisa menyesatkan dan menyakiti sesama. (saf/iss)