
Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) sebuah lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan mengungkapkan bahwa mikroplastik yang ada di udara bisa masuk ke dalam tubuh manusia, termasuk otak, melalui saluran pernapasan.
Alaika Rahmatullah Koordinator Pendidikan dan Kampanye Ecoton mengatakan, akumulasi mikroplastik dalam otak manusia memicu gangguan neuroimflamasi (peradangan saraf) dan autoimun.
“Mikroplastik di udara bisa mempengaruhi sel otak melalui saluran pernapasan, di mana masyarakat itu menghirup secara tanpa sadar, kemudian setelah terhirup bisa didistribusikan oleh darah, dari paru-paru kemudian mengalir menembus sel-selnya, dan terakumulasi dalam otak,” katanya, Minggu (8/6/2025).
Ia mengatakan, jaringan otak bisa mengandung proporsi polietilena yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan komposisi plastik di hati atau ginjal.
Hal itu disebabkan sifat mikroplastik di otak yang terisolasi, sebagian besar hadir sebagai fragmen seperti pecahan skala nano mengendap di dinding serebrovaskular dan sel imun.
“Dampaknya bisa menyumbat pembuluh darah, apa lagi ketika ada di otak, bisa stroke,” ucapnya.
Keberadaan polietilen dalam otak, kata dia, harus menjadi peringatan serius bagi masyarakat Indonesia, karena dalam penelitiannya, selama ini penduduk Indonesia mengkonsumsi mikroplastik 15 gram per-bulan. Plastik jenis polietilen sendiri, umumnya berasal dari botol air minum dalam kemasan.
“Temuan ini menempatkan penduduk Indonesia sebagai manusia dunia yang paling banyak mengkonsumsi mikroplastik” ungkapnya.
Dalam penelitian Ecoton di Jatim, udara dengan mikroplastik tertinggi ada di Gresik dengan catatan 141 partikel/2 jam, kedua di Sidoarjo dengan 50 partikel/2 jam, disusul Jombang 16 partikel/2jam, Surabaya 13 partikel/2 jam, dan Mojokerto 12 partikel/2 jam.
Pihaknya khawatir, lambatnya pemerintah dalam mengendalikan polusi mikroplastik di udara bisa memperparah kondisi lingkungan saat ini.
“Saat ini kondisi kontaminasi mikroplastik di udara menjadi salah satu sumber utama masuknya mikroplastik kedalam tubuh manusia,” bebernya.
Pihaknya mengungkapkan, keberadaan mikroplastik di udara disebabkan karena adanya pembakaran sampah plastik, adanya pembuangan sampah dengan sistem open dumping dan open burning, hingga industri dan sampah plastik yang tidak terkelola dan terpecah menjadi mikroplastik.
Dengan kondisi itu, pihaknya meminta pemerintah untuk menegakkan hukum larangan pembakaran sampah plastik, tidak menerapkan pengolahan sampah dengan menggunakan pembakaran, mengendalikan sumber mikroplastik di udara, dan menetapkan baku mutu mikroplastik di lingkungan. (ris/saf/ham)