Minggu, 24 Agustus 2025

Wawasan Polling Suara Surabaya: Masyarakat Berpendapat Kenaikan Gaji Hakim Tidak Bisa Tekan Korupsi Peradilan

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi Pengadilan. Foto: istock Ilustrasi Pengadilan. Foto: istock

Belum lama ini Prabowo Subianto Presiden RI telah menaikkan gaji hakim demi kesejahteraan mereka, dengan tingkat yang bervariasi sesuai golongan.

Kenaikan tertinggi gaji hakim, disebut Prabowo mencapai 280 persen, yang rencananya akan diberikan pada hakim junior.

“Peran hakim adalah sebagai benteng terakhir keadilan. Indonesia benar-benar butuh hakim yang tidak bisa digoyahkan dan tidak bisa dibeli,” kata Prabowo.

Menurut Prabowo, sudah 18 tahun para hakim tidak mendapat kenaikan gaji. Padahal, mereka telah menangani perkara yang nilai kerugiannya hampir triliunan rupiah.

Untuk diketahui, aturan gaji hakim tercantum dalam PP Nomor 44 Tahun 2024, tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 94 Tahun 2012, tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim, yang Berada di Bawah Mahkamah Agung. Aturan itu, sebelumnya diteken oleh Joko Widodo, pada 18 Oktober 2024.

Dalam aturan itu, hakim golongan III A dengan masa kerja 0-1 tahun, mendapat gaji Rp2.785.700. Gaji itu naik dari Rp 2.064.100, yang tercantum dalam PP Nomor 94 Tahun 2012.

Jika kenaikan gaji mencapai 280 persen, maka gaji hakim paling junior akan menjadi Rp7.799.960.

Sementara itu, Sunarto Ketua Mahkamah Agung meminta agar 1.451 hakim yang baru saja dikukuhkan, bisa memulihkan kepercayaan publik yang merosot akibat praktik korupsi.

“Korupsi terjadi akibat pertemuan tiga hal, kebutuhan, keserakahan, dan kesempatan,” ungkapnya.

Karena itu, Sunarto meminta para hakim baru, terus menjaga integritas sebagai benteng terakhir keadilan di Indonesia.

Dengan menaikkan gaji hakim, apakah bisa menekan korupsi peradilan?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (19/6/2025) pagi, masyarakat berpendapat kenaikan gaji hakim tidak bisa menekan korupsi peradilan.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 78 persen yang terdiri dari 112 peserta polling memilih kenaikan gaji hakim tidak bisa menekan korupsi. Kemudian 17 persen atau 24 peserta meyakini bisa, dan sisa 5 persen atau 7 peserta, menyatakan masih ragu-ragu.

Kemudian, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 62 persen atau 209 orang memilih kenaikan gaji hakim tidak bisa menekan korupsi. Kemudian 12 persen atau 40 peserta meyakini bisa, dan sisa 26 persen atau 88 peserta, menyatakan masih ragu-ragu.

Mengenai kenaikan gaji hakim yang disebut Prabowo Presiden dapat menekan korupsi, Boyamin Saiman Ketua Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) memiliki pendapatnya sendiri.

Boyamin mengungkapkan, terjadinya tindak korupsi bisa dialami siapa saja, dengan gaji berapapun.

“Gaji berapa pun, kalau mereka nakal, ya tetap nakal. Mereka akan selalu berdalih kalau tergoda ya karena gajinya kecil. Tapi, ketika presiden memutuskan untuk menaikkan gaji mereka, ya nanti kita tuntut balik. Ketika terjadi suap lagi, berarti konsekuensinya harus tahu yaitu pecat dan beri hukuman beratm” kata Boyamin, saat onair di Radio Suara Surabaya.

Dia menambahkan bahwa gaji hakim ditambah tunjangan yang didapat, masih ada pada angka Rp10 juta. Sebagian, gaji itu dipakai para hakim untuk mengambil pinjaman di bank dengan besaran 80 persen dari gaji.

“Artinya untuk biaya hidup, hanya tersisa 20 persen saja kan? Pinjaman 80 persen itu juga biasanya digunakan untuk beli mobil, rumah mewah, dan barang konsumtif lainnya,” ungkap Boyamin.

Mengenai integritas hakim, alih-alih menaikkan gaji mereka, Boyamin lebih setuju untuk mengembalikan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawasan hakim. Termasuk memberhentikan hakim nakal atau mengangkat hakim baru.

Tapi yang terjadi di Indonesia saat ini adalah Mahkamah Agung (MA) justru malah membentuk badan pengawas sendiri.

“Dari situ, saya lihat Mahkamah Agung dengan segala jajarannya seperti berusaha menghindar. Seakan-akan kalau sudah dilaporkan ke badan pengawas, maka KY tidak boleh masuk. Nah, itu kan berarti seakan-akan memang ingin menggergaji fungsi utama KY,” jelasnya.

Sementara untuk mengembalikan sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap hakim dan peradilan di Indonesia, hal utama yang ditekankan oleh Boyamin dengan mencegah adanya kebocoran secara bersama.

“Harus transparan supaya tidak muncul lagi dugaan kongkalikong. Jangan lagi ada putusan yang berbeda dari pengadilan untuk kasus yang sama,” tutupnya.(kir/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Minggu, 24 Agustus 2025
28o
Kurs