
Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini telah mengabulkan gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait pengujian sejumlah pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada.
Dalam putusan dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan pemilu nasional dan daerah dipisah, sehingga tidak digelar dalam tahun yang sama, dengan opsi jeda waktu dari pemilu nasional dan daerah, 2 sampai 2,6 tahun.
Dengan keputusan itu, pemilihan DPRD dan kepala daerah yang semula akan digelar pada 2029 atau lima tahun sejak 2024, mundur menjadi tahun 2031. Keputusan itu membuka peluang DPR atau pemerintah, memperpanjang masa jabatan kepala daerah maupun anggota DPRD, yang semula habis pada 2029 menjadi 2031.
Sementara Rifqinizami Karsayuda Ketua Komisi II DPR RI menyampaikan, putusan MK hanya membuka opsi perpanjangan masa jabatan bagi anggota DPRD. Sementara, bagi kepala daerah akan digantikan dengan penjabat sementara (Pjs).
Di sisi lain, putusan MK agar pemilu nasional dan lokal atau daerah dipisah, juga bisa membuat jumlah kotak suara berkurang dari lima menjadi hanya dua, karena berisi untuk pilpres, pileg, dan DPD.
Apakah masyarakat setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (3/7/2025) pagi, masyarakat cenderung tidak setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 54 persen yang terdiri dari 38 peserta polling tidak setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah. Kemudian 46 persen atau 32 peserta memilih setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Kemudian, berdasar data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 57 persen atau 127 orang tidak setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah. Kemudian 43 persen atau 94 peserta memilih setuju dengan pemisahan pemilu nasional dan daerah.
Mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah, Heroik M Pratama Peneliti Perludem menjelaskan bahwa latar belakang gugatan hingga dikabulkan oleh MK, telah melalui kajian yang cukup dalam.
“Sejak 2012, Perludem telah memiliki kajian terkait keserentakan pemilu nasional dan daerah. Pada pemilu 2019 kemarin, kami juga mengajukan gugatan yang sama setelah mengetahui adanya ratusan penyelenggara pemilu yang meninggal dunia karena kelelahan. Studi kami menunjukkan bahwa penyelenggara pemilu memiliki beban kerja rata-rata 20 hingga 24 jam sehari, saat penyelenggaraan pemilu serentak,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya.
Hero menyebutkan, pemilu serentak dengan lima surat suara, memberikan dampak tidak hanya pada petugas penyelenggara, tapi juga masyarakat. Yakni, beban kerja yang cukup tinggi dan tingkat fokus masyarakat.
Berdasarkan data, lanjut Hero, dengan diselenggarakannya pemilu serentak dalam satu tahun yang sama, terjadi kelelahan atau kejenuhan di masyarakat.
“Dari data empiris, angka partisipasi pemilih di pemilu nasional di bulan Februari 2024 mencapai 80 persen. Sementara pada November 2024, mengalami penurunan partisipan hingga 50 persen,” jelasnya.
Hero mengatakan, saat ini gugatan Perludem yang telah dikabulkan MK, secara hukum bersifat final dan banding. Artinya, MK bisa langsung mengganti dan mengoreksi Undang-Undang di bawahnya.
“Tapi sampai sekarang belum juga dibahas tentang revisi UU Pemilu,” katanya.
Meski begitu, Hero menyebut putusan MK saat ini paling tidak menjadi satu oase bagi sistem politik untuk tetap mengokohkan demokrasi langsung dari masyarakat.
“Agar masyarakat tetap bisa memilih calon kepala daerahnya sesuai dengan hati nurani dan juga kehendak pribadi untuk kemajuan di daerah masing-masing,” ungkapnya.
Sementara itu, Hero memastikan akan mendorong adanya penyesuaian melalui level lebih teknis yakni, pembentukan UU Pemilu yang baru.
“Makanya kami selalu mengajak Komisi II DPR-RI dan pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Pemilu dengan berbagai opsi rekomendasi, untuk nantinya bisa dipertimbangkan oleh pembentuk Undang-Undang dalam mengimplementasikan keputusan MK,” tandasnya.
Sehingga, Hero berharap dari perubahan ini akan jauh lebih smooth dalam penyelenggaraan tata kelola pemilu yaitu, memudahkan pemilih, memudahkan partai, memudahkan penyelenggara pemilu.(kir/ipg)