Minggu, 13 Juli 2025

Kenaikan Tarif Ojek Online Dinilai Berisiko Munculkan Masyarakat Miskin Baru

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi - Pengemudi ojek online mengangkut penumpang di kawasan Blora, Jakarta pada Jumat (9/9/2022). Foto: Antara

Dengan dalih meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi, pemerintah saat ini sedang mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online.

Menurut Prof. Rossanto Dwi Handoyo Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair), kebijakan ini sebaiknya dibahas secara matang karena menyangkut hidup jutaan pekerja informal digital dan konsumen.

“Perlu diklarifikasi dulu, apakah benar kenaikan tarif ini semata-mata demi kesejahteraan driver? Atau justru hanya memunculkan beban tambahan bagi masyarakat luas?” ungkapnya pada Sabtu (12/7/2025).

Menurut Rossanto, tak ada jaminan bahwa kenaikan tarif akan secara otomatis meningkatkan penghasilan pengemudi. Terlebih kalau itu tidak diatur dalam sistem yang tepat.

“Kita tidak hanya bicara soal kenaikan tarif, tapi tentang pendapatan minimum yang dijamin diterima oleh pengemudi per transaksi. Tarif naik pun belum tentu menyejahterakan driver. Malah bisa jadi membebani konsumen,” jelasnya.

Prof. Rossanto Dwi Handoyo Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair). Foto: Humas Unair

Salah satu kekhawatiran yang berpotensi muncul, menurut Rossanto, adanya ancaman kemiskinan baru akibat pendapatan pengemudi yang tidak mencukupi kebutuhan dasar keluarga.

Rossanto menerangkan bahwa garis kemiskinan di Indonesia saat ini berada di kisaran Rp600 ribu per kapita per bulan. Jika satu keluarga terdiri dari empat orang, maka dibutuhkan minimal Rp2,4 juta per bulan untuk hidup layak.

“Kalau seorang pengemudi ojol sebagai tulang punggung keluarga hanya memperoleh di bawah jumlah tersebut, maka secara statistik keluarganya tergolong miskin,” terang Rossanto.

Rossanto juga menegaskan bahwa negara harus aktif mengatur ekosistem ekonomi digital agar tidak menciptakan ketimpangan baru.

Karena menurutnya, tanpa regulasi yang adil, digitalisasi bisa memperdalam jurang sosial ekonomi, terutama bagi kelompok pekerja informal seperti mitra ojek online.

Ia juga mendorong agar kebijakan ini tidak dilihat sebagai keputusan jangka pendek semata, melainkan bagian dari upaya membangun ekosistem transportasi digital yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

“Kalau kita hanya menyerahkan pada mekanisme pasar, yang kuat akan semakin kuat. Negara harus hadir untuk menyeimbangkan,” tandasnya. (kir/saf/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Minggu, 13 Juli 2025
26o
Kurs