
Perpustakaan Nasional (Perpusnas) menerbitkan 25 seri komik Diponegoro untuk memperingati 200 tahun Babad Diponegoro, yang menampilkan sisi-sisi humanis pahlawan tersebut untuk menarik generasi muda agar lebih banyak membaca sejarah.
Joko Santoso Sekretaris Utama Perpusnas mengemukakan, penerbitan ke-25 seri komik tersebut bertujuan mengajak para milenial dan generasi Z untuk mengapresiasi dan meneladani nilai-nilai luhur Diponegoro yang melawan penjajahan dan kolonialisme di Indonesia.
“Kami mengajak milenial dan gen Z untuk mengapresiasi nilai-nilai dan suri teladan Diponegoro sebagaimana tertuang di Babad Diponegoro yang akan kami terbitkan pada 200 tahun kelahirannya, di situ ada sikap-sikap patriotisme, altruisme, kerelawanan dan identitas kebangsaan kita (yang dimiliki Diponegoro) pada masa kolonial dulu,” katanya di Gedung Perpusnas Jakarta, Jumat (18/7/2025).
Melansir Antara, kisah-kisah yang akan diangkat dalam komik-komik tersebut tidak melulu tentang perang, tetapi lebih eksploratif kepada sisi humanis Diponegoro, misalnya cerita-cerita semasa ia merawat kuda kesayangannya, dan sisi lain Diponegoro sebagai sosok manusia yang inspiratif.
Joko menjelaskan, 25 seri komik tersebut akan mengupas sisi lain kehidupan Diponegoro dari masa kecilnya sampai dia meninggal. Tak hanya itu, komik-komik tersebut juga akan didistribusikan ke 10.000 perpustakaan dan taman bacaan masyarakat (TBM) di seluruh Indonesia.
“Target kita di komik ini untuk anak-anak, jadi lebih sesuai, karena komik kan lebih banyak gambar dan visual, tentu lebih mudah dipahami. Tak hanya berhenti di situ, nilai-nilai penting naskah ini akan terus kami tularkan ke generasi muda, salah satunya dengan kompetisi animasi,” ujar dia.
Joko juga mengemukakan, industri penerbitan yang masuk ke dalam industri kreatif pada tahun 2024 menyumbang 11 persen dari penerimaan APBN Indonesia.
“Ini menjadi potensi bagi anak muda untuk lebih inovatif dan kreatif. Tak hanya komik, tahun ini Perpusnas juga melakukan penyaduran karya-karya klasik, dulu kan ada cerita Siti Nurbaya, Ave Maria, Salah Asuhan. Adaptasi karya-karya klasik dalam bentuk saduran ini menjadi penting, masih relevan bagi generasi muda untuk kita tanamkan tata bahasa yang baik,” ujarnya.
Joko menegaskan upaya-upaya tersebut terus dilakukan oleh Perpusnas agar karya-karya sastra lama Nusantara masih terus relevan, utamanya bagi anak-anak muda. Selain alih aksara dan alih bahasa, Perpusnas juga terus melakukan alih wahana dalam bentuk digital menjadi media-media baru.
Dalam rangka memperingati dua abad meletusnya Perang Jawa (1825–1830) sebuah peristiwa monumental dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia, Perpusnas menyelenggarakan serangkaian program bertajuk “MARTABAT” yang berlangsung mulai 20 Juli hingga 20 Agustus 2025.
Acara ini bertujuan membangun ingatan kolektif bangsa terhadap perjuangan Pangeran Diponegoro, memperkuat literasi kebangsaan, dan mengangkat warisan naskah kuno seperti Babad Diponegoro, yang telah diakui sebagai Memory of the World oleh UNESCO pada tahun 2013. Rangkaian kegiatan ini juga menjadi ajang untuk mengelaborasi nilai-nilai perjuangan, spiritualitas, dan ketahanan budaya dari perspektif modern.
Pameran ini menghadirkan untuk pertama kalinya berbagai artefak, versi-versi Babad Diponegoro, naskah-naskah kuno, surat pribadi, sketsa, dan koleksi literatur langka yang mengungkap sisi kepribadian, intelektual dan spiritual Diponegoro. (ant/dis/iss)