Sabtu, 19 Juli 2025

DPRD Jatim Dorong Pembuatan Perda untuk Polemik Sound Horeg

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Puguh Wiji Pamungkas Juru Bicara Komisi E saat membacakan nota penjelasan dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim di Surabaya. Foto: Antara

Puguh Wiji Pamungkas Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur menilai negara harus hadir dalam memberikan regulasi atau peraturan daerah (Perda) untuk mengatur polemik sound horeg yang difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim.

“Negara harus hadir. Jangan sampai pemilik usaha sound system kehilangan mata pencaharian. Tapi juga tidak bisa dibiarkan kalau sampai mengganggu ketertiban umum. Perlu ada peraturan daerah yang dihasilkan melalui musyawarah bersama semua pihak,” ujar Puguh melansir Antara, Jumat (18/7/2025).

Menurut Puguh, cikal bakal sound horeg berawal dari wilayah Malang, digunakan untuk memeriahkan berbagai kegiatan masyarakat seperti karnaval dan pawai. Namun dalam praktiknya, sering disertai aksi yang dinilai tidak pantas dipertontonkan di ruang publik.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan, kebebasan berekspresi memang dijamin dalam sistem demokrasi, namun tetap harus menghormati norma yang berlaku dan tidak merugikan masyarakat lain.

“Ketika penggunaan sound horeg sudah berlebihan, merusak fasilitas umum, mempertontonkan tarian erotis, dan memicu keributan, maka wajar jika MUI mengeluarkan fatwa haram. Ini sejalan dengan keresahan yang dirasakan mayoritas masyarakat,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa tradisi memutar musik melalui sound system dalam hajatan seperti pernikahan dan khitanan adalah bagian dari budaya yang sudah lama ada di Jawa Timur.

Namun, diperlukan aturan yang jelas untuk membedakan antara hiburan tradisional dengan sound horeg yang cenderung melanggar norma.

Puguh juga menyoroti adanya insiden kericuhan hingga adu jotos yang kerap terjadi dalam acara yang menggunakan sound horeg.

Menurut dia, hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi semangat saling menghormati.

“Kita semua hidup berdampingan. Jangan sampai ekspresi kebudayaan justru menjadi pemicu konflik. Pemerintah perlu hadir sebagai fasilitator untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.(ant/wld/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Sabtu, 19 Juli 2025
23o
Kurs