
Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung kembali menetapkan delapan orang tersangka baru dalam pengembangan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) dan entitas anak usahanya.
Nurcahyo Jungkung Madyo Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Kejagung menjelaskan, kredit tersebut diberikan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB), PT Bank DKI, dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah.
Para tersangka ditetapkan berdasarkan alat bukti yang cukup, sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan terbaru yang diterbitkan pada 21 Juli 2025.
Delapan tersangka tersebut terdiri dari pihak internal PT Sritex dan pejabat perbankan, yaitu:
AMS – Direktur Keuangan PT Sritex (2006–2023)
BFW – Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan PT Bank DKI (2019–2022)
PS – Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI (2015–2021)
YR – Direktur Utama Bank BJB (2019–Maret 2025)
BR – SEVP Bisnis Bank BJB (2019–2023)
SP – Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023)
PJ – Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2017–2020)
SD – Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2018–2020)
Cahyo menyampaikan bahwa para tersangka diduga kuat menyetujui dan memproses pemberian kredit kepada PT Sritex tanpa melalui prosedur penilaian risiko dan verifikasi data yang semestinya.
“Para tersangka secara bersama-sama telah menyetujui pemberian kredit tanpa verifikasi memadai dan bahkan menggunakan jaminan umum tanpa kebendaan. Kredit ini terbukti digunakan tidak sesuai peruntukannya, seperti untuk melunasi utang medium term note (MTN) PT Sritex, bukan untuk modal kerja sebagaimana tujuan awal,” ujar Nurcahyo, Senin (21/7).
Ia juga menjelaskan bahwa sejumlah pejabat bank menyetujui kredit meskipun telah mengetahui bahwa kondisi keuangan PT Sritex tidak layak, termasuk adanya kewajiban yang melebihi aset serta laporan keuangan yang tidak diverifikasi secara langsung.
“Kerugian negara yang timbul akibat pemberian kredit secara melawan hukum ini mencapai lebih dari satu triliun rupiah. Ini menjadi perhatian serius bagi kami karena menyangkut stabilitas perbankan dan akuntabilitas tata kelola kredit,” tegas Nurcahyo.
Berdasarkan hasil penyidikan sementara, perbuatan para tersangka mengakibatkan potensi kerugian negara sekitar Rp1.088.650.808.028 (satu triliun delapan puluh delapan miliar enam ratus lima puluh juta delapan ribu dua puluh delapan rupiah), yang saat ini sedang dalam proses penghitungan resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Seluruh tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kebutuhan penyidikan, tujuh dari delapan tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba dan cabang-cabang Kejaksaan. Sementara itu, tersangka YR dikenakan tahanan kota selama 20 hari ke depan karena alasan kesehatan.(faz)