
Cholil Mahmud, Plt Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) yang biasa dikenal sebagai vokalis grup band Efek Rumah Kaca, meminta agar sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang menarik royalti hak cipta untuk diaudit, dan hal itu didukung oleh DPR RI.
Dia meminta agar jumlah LMK yang kini sebanyak 15 LMK itu dibatasi terlebih dahulu dan dimoratorium. Menurut dia, saat ini terdapat masalah transparansi dalam urusan royalti sehingga membuat musisi kurang percaya.
“Bisa kita lihat di webnya LMKN itu sudah ada audit, kalau belum ada, harus dipenuhi segera. LMK yang sudah ada, 15 itu, harus segera diaudit,” kata Cholil saat rapat dengan DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Selain itu, dia mengatakan bahwa UMKM atau usaha kecil lainnya perlu mendapatkan pengecualian dalam urusan royalti hak cipta jika memutar musik.
Menurut dia, negara-negara lain pun sudah sudah mengecualikan jika ada usaha-usaha kecil yang tidak terlalu menitikberatkan soal audio.
“Jadi usaha kecil beberapa ada yang dikecualikan, tergantung skalanya. Kalau memang tempat duduknya kecil, audionya jelek, itu bisa (dikecualikan),” katanya.
Sementara itu, Willy Aditya Ketua Komisi XIII DPR RI mendukung bahwa LMK-LMK tersebut harus diaudit agar tidak menjadi “rente-rente” dalam urusan royalti hak cipta.
“Jangan sampai LMK menarik royalti terhadap pihak-pihak yang tidak tepat. Kita sama-sama ingin memiliki asas keadilan penting, tapi juga ada norma namanya, di mana norma itu tidak semuanya harus diuangkan pak,” kata Willy.
Selanjutnya, dia pun akan membahas revisi terhadap Undang-Undang tentang Hak Cipta untuk bisa membenahi masalah royalti hak cipta tersebut.
Menurut dia, pemerintahan saat ini memiliki komitmen untuk merespons masalah-masalah yang juga dialami di dunia permusikan.
“Tapi ini bukan semata-mata lingkaran musik, tidak. Inventori banyak. Jadi kita perspektifnya juga akan lebih luas,” kata dia. (ant/bil/ham)