
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyampaikan hasil pantauan dalam gelar perkara kasus meninggalnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online (ojol) yang meninggal dilindas kendaraan taktis (Rantis) milik Brimob Polda Metro Jaya saat pengamanan aksi buruh di Jakarta pada 28 Agustus 2025 lalu.
Choirul Anam, Komisioner Kompolnas, mengatakan gelar perkara yang dihadiri pihaknya menunjukkan dua potensi pelanggaran serius yakni pelanggaran etik yang berujung pemecatan atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), serta potensi pelanggaran pidana terhadap 7 (tujuh) anggota Brimob.
“Gelar perkara tadi mengarah pada potensi penjatuhan sanksi etik paling berat, yaitu pemecatan atau PTDH. Di sisi lain, juga direkomendasikan agar proses pidana mulai dijalankan,” kata Anam, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, kedua proses yakni etik dan pidana berjalan beriringan dan tidak saling menunggu. Hal ini, kata Anam, penting untuk menjawab tuntutan keadilan dari keluarga korban maupun harapan besar dari publik agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil.
“Rekomendasi ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan keluarga korban dengan Kapolri, serta bentuk respon atas tekanan publik yang menginginkan kasus ini ditangani secara serius,” tambahnya.
Dalam konteks etik, dugaan pelanggaran mengacu pada Pasal 13, yang menurut Anam, merupakan pasal berat karena berkaitan dengan kegagalan anggota kepolisian dalam menjamin keselamatan publik.
“Pasal 13 itu pasal yang sangat serius dalam konteks etik. Masalahnya bukan hanya insiden tabrakannya, tapi bagaimana anggota Polri bekerja di ruang publik dan menjamin keselamatan masyarakat,” ujar Anam.
Sementara itu, untuk proses pidana, Kompolnas menyebut saat ini Bareskrim Polri tengah melakukan persiapan penyelidikan.
Meski belum ada penilaian resmi, Anam menyatakan pihaknya melihat potensi pidana dalam peristiwa tersebut.
“Dalam video yang beredar terlihat korban melintas, jatuh, lalu tertabrak. Tapi peristiwa ini tidak bisa hanya dilihat dari potongan video. Perlu dikaji lebih luas, misalnya seperti apa konteks kerusuhan, bagaimana posisi massa saat itu, dan apa pertimbangan anggota saat mengambil keputusan di lapangan,” jelasnya.
Anam juga menekankan pentingnya pembuktian menyeluruh, termasuk penggunaan rekaman CCTV untuk mengungkap fakta-fakta peristiwa.
“Selain demi keadilan bagi keluarga korban, proses ini juga penting untuk mengungkap kebenaran faktual. Harus ada pembuktian yang lengkap,” pungkasnya.
Sidang etik terhadap 7 anggota Brimob sendiri dijadwalkan digelar dalam waktu dekat. Kompolnas berharap proses tersebut bisa berjalan lancar dan menjadi contoh penegakan hukum di internal kepolisian.(faz/ham)