
Indonesia tengah menghadapi ancaman serius dari susut dan sisa pangan (SSP/Food Waste) yang menekan ekonomi nasional, di mana setiap tahunnya sekitar 115 hingga 184 kilogram (kg) makanan terbuang per kapita.
Akibatnya, ada kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp213 hingga Rp 551 triliun per tahun, yang mana setara 4-5 persen dari persen Produk Domestik Bruto (PDB).
Tidak hanya merugikan ekonomi, SSP juga memperburuk krisis lingkungan global. Timbunan food loss and waste (FLW) di Indonesia tercatat 23 sampai 48 juta ton per tahun. Padahal kalau dimanfaatkan dengan baik, jumlah itu cukup memberi makan 61 sampai 125 juta orang atau hampir separuh populasi nasional.
Menyikapi hal ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan akan menekan angka sisa pangan, khususnya di sektor bisnis. Salah satunya, lewat program Gerakan Selamatkan Pangan, yang diyakini bisa mengurangi SSP secara nasional.
Sementara dari masyarakat, khususnya pendengar Radio Suara Surabaya cenderung mengaku akan makan sesuai porsi untuk menekan food waste ini. Hal itu terungkap dalam diskusi program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (11/9/2025).
Berdasar data polling pendengar yang dicatat Tim Gate Keeper Suara Surabaya via telepon, baik yang mengudara maupun tidak, 54 dari 80 voters (67,5 persen), memilih akan makan sesuai porsi untuk menekan SSP. Sedangkan sisanya, 26 dari 80 voters (32,5 persen) memilih akan mengelola makanan untuk menekan masalah SSP.
Kecenderungan memilih makan sesuai porsi untuk menekan SSP juga terungkap dari data polling di instagram Suara Surabaya Media. Sebanyak 131 dari total 195 voters (67 persen) memilih makan sesuai porsi, sementara 53 dari 195 memilih mengelola makanan sisa untuk menekan SSP. Yang menarik, dari 195 voters itu, sebanyak 11 diantaranya (6 persen) memilih tidak melakukan apa-apa terkait permaslahan SSP tersebut.
Respon Garda Pangan
Permasalahan ini turut jadi perhatian Garda Pangan, sebuah food bank yang bertujuan menjadi pusat koordinasi makanan surplus dan berpotensi terbuang, untuk disalurkan kepada masyarakat pra-sejahtera.
Menurut Dedi Baroto Co-Founder sekaligus CEO Garda Pangan, survei Bappenas dan Waste4Change kini menempatkan Indonesia sebagai negara pembuang sampah makanan terbesar kedua di negara G20.
“Rata-rata orang Indonesia membuang sampah makanan sekitar 40 sampai 86 kg sampah makanan per tahun per orang gitu. Jadi menempatkan kita di negara pembuang sampah makanan terbesar kedua di antara negara G20. Jadi itu satu prestasi yang enggak boleh kita banggakan. dan harus kita selesaikan lah,” ujarnya dalam program Wawasan Polling, Kamis.
Dedi kemudian menyoroti langkah pemerintah yang lebih fokus pada pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), yang menurutnya bukan solusi utama. Padahal,mayoritas sampah berasal dari organik.
CEO Garda Pangan itu mengatakan, kontribusi terbesar food waste justru datang dari rumah tangga yang harusnya dapat atensi utama. Penyuluhan misalnya, memberikan makanan sisa tersebut kepada siapapun yang membutuhkan.
“Yang paling simpel sebenarnya yaitu kita harus bijak dalam mengkonsumsi lah. Karena sering kan misalnya beli beli beli beli gitu, ternyata enggak habis. Ketika enggak habis, ya udah kita sangat menggampangkan sekali (langsung dibuang–red). Padahal itu bisa dibungkus atau misalnya bisa di kasihkan ke temannya ataupun siapapun yang mau, yang intinya jangan sampai ada makanan yang terbuang gitu,” tegasnya.
Garda Pangan sendiri, kata dia, kini tak hanya bergerak di sektor industri pangan, hotel, dan restoran, tetapi juga memberi edukasi rumah tangga serta membuka layanan jasa pengelolaan sampah bertanggung jawab.
“Nah Garda Pangan sendiri punya jasa pengelolaan sampah yang bertanggung jawab dalam artian kita bisa ambil sampah-sampah yang sudah disortir oleh warga gitu. Jadi yang mungkin sudah punya niat lebih go green, lebih ramah lingkungan. Ayo kita milah sampah gitu. Nah, kita bisa bantu untuk mengambil dan melakukan pengolahan sampah secara bertanggung jawab,” jelas Dedi.
Menurutnya, salah satu kunci penting adalah pemilahan dari rumah. Karena, memilah dari rumah dinilainya akan jadi langkah awal yang sangat memudahkan.“Jadi setengah permasalahan sampah kita itu akan selesai ketika warga setiap warga itu memilah sampah memilah makanannya. Memilah sampahnya gitu,” ujarnya.
Dengan kondisi saat ini, peran food rescue organization seperti Garda Pangan menjadi krusial. Selain menyelamatkan makanan berlebih, Garda Pangan juga mendorong kesadaran masyarakat agar lebih bijak mengonsumsi pangan, demi mengurangi kerugian ekonomi sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.
Karena itulah, dia mengatakan perlu adanya regulasi ketat dari pemerintah untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat.
“Jadi jadi persoalan sampah ini memang harus disorot dengan benar ya dan harus dan pemerintah sebenarnya bisa punya power untuk mendorong regulasi ya dan meng- apa? Mengetatkan ee regulasi agar individu, rumah tangga itu bisa melakukan pemilahannya dari awal,” katanya. (bil/ipg)