
Partai Republik Amerika Serikat (AS) mengeluarkan peringatan keras untuk pihak-pihak yang tidak menghormati dan membuat lelucon soal kematian Charlie Kirk, influencer sayap kanan sekaligus loyalis Donald Trump Presiden AS.
Kirk (31 tahun) yang merupakan ktivis konservatif yang populer dengan gaya debat agresif dan pandangan politik garis keras, tewas ditembak saat tengah berpidato di Utah pekan lalu. Meski pemimpin Demokrat maupun Republik kompak mengecam pembunuhan tersebut, reaksi publik di dunia maya justru sebaliknya.
Beberapa warganet, termasuk akademisi, jurnalis, hingga pekerja kantoran, kedapatan bercanda, bahkan ada yang merayakan kematian Kirk. Tak butuh waktu lama, mereka jadi sasaran kampanye digital terorganisir dari tokoh-tokoh sayap kanan.
Melansir catatan Reuters, Minggu (14/9/2025), sedikitnya 15 orang dipecat atau diskors dari pekerjaannya akibat komentar online terkait kematian Kirk.
Seorang pegawai junior Nasdaq, misalnya, langsung diberhentikan setelah menulis komentar yang dianggap menghina Kirk. Yang lain mendapat serangan beruntun berupa pelecehan online, bahkan kantor mereka dibanjiri telepon yang menuntut pemecatan.
Tokoh konservatif garis keras mendorong langkah lebih jauh. Mereka menyerukan deportasi, gugatan hukum hingga pemblokiran permanen dari media sosial bagi siapa pun yang dianggap menghina Kirk.
“Bersiaplah masa depan profesionalmu hancur total kalau kamu cukup sakit jiwa untuk merayakan kematian dia,” kata Laura Loomer teoritikus konspirasi sekaligus sekutu Donald Trump, di platform X.
Hal senada diungkapkan Clay Higgins, anggota Kongres dari Partai Republik, yang menulis: siapa pun yang “bermulut besar dengan kebencian merayakan pembunuhan keji terhadap pria muda nan indah itu” harus “dilarang dari SEMUA PLATFORM SELAMANYA.”
Bahkan Christopher Landau Wakil Menteri Luar Negeri AS, mengaku muak melihat komentar yang meremehkan tragedi ini. Ia menegaskan sudah memerintahkan pejabat konsuler untuk mengambil tindakan.
Situs “Expose Charlie’s Murderers” Muncul
Kampanye digital ini makin gencar dengan munculnya situs baru bernama Expose Charlie’s Murderers. Situs tersebut mempublikasikan 41 nama orang yang dituding “mendukung kekerasan politik online” dan mengklaim sedang memproses lebih dari 20.000 laporan tambahan.
Catatan Reuters lainnya menunjukan sebagian memang menulis candaan atau komentar sinis seperti “karma datang juga” hingga “dia dapat balasan setimpal.”
Namun, ada pula yang hanya mengkritik Kirk tanpa membenarkan kekerasan. Beberapa bahkan sekadar mengutip ucapan Kirk pada 2023, saat ia menyebut sebagian kematian akibat senjata api sebagai “harga yang pantas” demi mempertahankan Amandemen Kedua Konstitusi AS.
Seorang individu yang namanya dicantumkan di situs itu mengaku kantornya dibanjiri telepon ancaman hingga ia memilih absen bekerja.
“Saya tidak mendukung pembunuhan Charlie Kirk. Tapi saya harus akui ada ironi besar di sini,” ujarnya merujuk pada sikap anti-kontrol senjata Kirk yang justru tewas ditembak.
Republik Dituduh Munafik
Meski demikian, kemurkaan Republikan dinilai ironis dan munafik, karena sejumlah tokoh termasuk Kirk sendiri pernah mengejek korban kekerasan politik.
Saat Paul Pelosi, suami mantan Ketua DPR Nancy Pelosi diserang dengan palu di rumahnya pada 2022, Higgins sempat mengunggah foto ejekan. Loomer malah menyebarkan teori palsu bahwa Pelosi terlibat hubungan asmara dengan pelaku.
Kirk sendiri, beberapa hari setelah insiden, tersenyum di siaran televisi sambil menyerukan agar pelaku pembacokan Paul Pelosi dibebaskan. “Kalau ada patriot hebat di San Francisco atau Bay Area ingin jadi pahlawan pemilu, tolong keluarkan pria ini dari penjara,” ujar Kirk saat itu.
Analisis Akademisi
Menurut Jay Childers profesor komunikasi di University of Kansas, fenomena ini bukan hal baru. “Pejabat dan elit politik sejak dulu berusaha mengontrol retorika dan menekan perbedaan pendapat,” ujarnya.
“Yang baru adalah kemampuan siapa pun untuk memposting pendapat mereka di internet, sehingga lebih banyak orang kini jadi sasaran.” (bil/iss)