
Lita Gading psikiater dan Syamsul Jahidin advokat merupakan dua warga Indonesia yang mengajukan uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang mengatur tentang pemberian hak pensiun bagi para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mereka menganggap, pemberian hak pensiun pada anggota DPR yang hanya menjabat lima tahun, terbukti sangat membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam dokumen permohonan uji, tertanggal 30 September 2025 disebutkan bahwa uang pensiun anggota DPR yang mencapai Rp 226,01 miliar, menimbulkan ketidakadilan bagi para pekerja lainnya. Karena Anggota DPR Indonesia tetap berhak atas uang pensiun, meski hanya menjabat satu periode alias lima tahun.
Kedua pemohon juga menganggap besaran uang pensiun yang bisa diterima dalam lima tahun menjabat itu, terbukti menciptakan fenomena banyaknya artis menjadi Anggota DPR-RI.
Keberadaan artis dinilai dapat membawa popularitas, kedekatan dengan masyarakat, serta daya tarik politik yang tinggi. Tapi juga sering dipandang sebagai salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya kualitas kinerja DPR.
Dengan berbagai catatan itu, para pemohon dalam petitumnya meminta para hakim MK menyatakan Pasal 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Undang- Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Besaran pensiun pokok anggota DPR, dihitung 1% dari dasar pensiun untuk tiap bulan masa jabatan/ dengan ketentuan minimal 6% dan maksimal 75%// Selain itu/ aturan tambahan melalui Surat Menkeu No. S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR RI No KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 menyebut/ bahwa pensiun DPR besarannya sekitar 60% dari gaji pokok//cnbc-wd
Apakah Anda Setuju atau tidak dengan gugatan hak pensiun DPR?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (2/10/2025), mayoritas masyarakat mengaku setuju dengan adanya gugatan hak pensiun DPR.
Berdasar data dari pendengar Radio Suara Surabaya yang bergabung melalui telepon dan pesan WhatsApp, sebanyak 96 persen atau 328 pendengar memilih setuju dengan adanya gugatan hak pensiun DPR, sementara 4 persen sisanya atau 15 pendengar memilih tidak setuju.
Kemudian data dari Instagram, yang meminta tanggapan pengikut @suarasurabayamedia soal aturan uang pensiun untuk anggota DPR, diikuti sebanyak 680-an responden.
Sebanyak 70 persen atau 477 orang tidak setuju dengan adanya aturan uang pensiun untuk DPR. Sementara 30 persen sisanya atau 203 orang, menyatakan setuju dengan adanya uang pensiun.
Mengenai gugatan hak pensiun DPR, Herni Ramdlaningrum Pakar Kebijakan Publik menyatakan sangat setuju dengan hal itu. Menurutnya, gugatan ini dinilai sebagai bentuk protes masyarakat atas sistem yang tidak adil.
Herni menerangkan, seharusnya jaminan hak pensiun itu bisa dimiliki oleh semua orang. Tetapi ketika kenyataan di lapangan tidak terjadi seperti itu, maka wajar memunculkan protes hingga gugatan.
“Terlebih jabatan-jabatan seperti DPR yang periode kerjanya hanya lima tahun dengan kinerja yang kita tidak tahu memberikan kontribusi apa pada negara. Sementara masyarakat lain, yang sama-sama kerja dan memberikan kontribusi pada negara, dianggap tidak layak hanya karena tidak bekerja di sektor formal,” katanya, saat onair di Radio Suara Surabaya, Kamis (2/10/2025).
Dia juga menegaskan, kalau aturan itu disahkan, harusnya jaminan pensiun juga menjadi hak semua orang.
“Katakanlah DPR dianggap memiliki jasa terhadap negara. Memang masyarakat lain tidak punya kontribusi terhadap negara? Setiap orang yang bekerja, berkontribusi terhadap negara,” tambahnya.
Jika DPR tetap ingin menerima jaminan pensiun setelah mengabdi pada negara selama lma tahun, Herni menyarankan agar mereka mengikuti program pensium dari asuransi swasta saja.
Karena menurut Herni, selama ini masyarakat tidak pernah melihat tranparansi gaji DPR sehingga mereka berhak menerima jaminan pensiun.
“Apa hak DPR dapat pensiun? Skema kontribusinya seperti apa? Berapa yang dipotong dari gaji mereka setiap bulan? Kalau pensiun itu diberikan secara cuma-cuma dari uang pajak, kita harus menolak. Karena mereka cuma kerja lima tahun, terus tidak ada kontribusi,” tegasnya.
Meski begitu, informasi terkait penghapusan uang pensiun DPR oleh MK telah diterima Sufmi Dasco Ahmad dan Saan Mustopa Wakil Ketua DPR RI.
Mereka mengaku tidak masalah jika uang pensiun untuk DPR dihapuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka juga menyebut akan mengikuti apapun keputusan MK.
Herni melihat statement Sufmi Dasco dan Saan Mustopa sebagai hal yang positif, mengingat gaji DPR yang terbilang cukup besar, sehingga dinilai tidak membutuhkan uang pensiun.
Tapi, Herni mengingatkan terkait skema pembayaran uang pensiun yang sudah dilakukan selama ini, juga untuk anggota DPR yang saat ini sedang menjabat.
“Lalu bagaimana dengan yang sudah dibayar? Skema-skema apa yang diambil pemerintah terhadap mereka yang sudah pernah terbayarkan uang pensiunnya? Ini juga harus jelas. Tetapi minimal yang akan pensiun di periode ini, anggaran sudah terkurang secara signifikan untuk memotong pensiun mereka,” tutupnya.(kir/ipg)