
Nur Ahmad (16 tahun) menceritakan detik-detik musala Pondok Pesantren Al Khoziny tiba-tiba ambruk Senin (29/9/2025) lalu.
Ia tak mendengar pertanda apapun, gedung langsung runtuh saat Ahmad menunaikan salat ashar rakaat kedua dengan posisi ruku.
“Rakaat kedua (kejadiannya). Langsung jatuh (bangunannya),” katanya ditemui di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).
Runtuhnya gedung itu membuat Ahmad tersungkur tengkurap dengan posisi tangan kiri terjulur ke samping, tertindih habis oleh bongkahan beton.
Sekitar 4,5 jam terhitung dari perkiraan kejadian pukul 15.00 WIB, ia baru ditemukan oleh tim search and rescue (SAR) gabungan.
Kondisi tangan yang tergencet beton membuatnya tak bisa dievakuasi kecuali diamputasi di lokasi.
Sekitar pukul 20.00 WIB, tim dokter dari RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo langsung melakukan amputasi on site, dan mengevakuasinya ke rumah sakit untuk operasi lanjutan.
“Enggak bisa (menyelamatkan diri). Tangannya langsung kena,” ujarnya.
Ia sempat berteriak meminta tolong pascajatuh tersungkur, meski saat dijangkau tim medis pukul 19.30 WIB, di bawah reruntuhan dengan ruang ketinggian hanya 50 centimeter, ia sudah tak bisa diajak komunikasi meski matanya membuka.
Tapi ia mendengar arahan dokter yang menyelamatkannya di lokasi, meminta Ahmad terus berusaha tenang.
“Terus tenang (kata dokter),” tandasnya.(lta/kir/faz)