
Kota Surabaya memiliki ikon baru di wilayah Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri. Ikon tersebut berupa monumen Ayam Jago yang dijadikan sebagai tetenger, atau penanda sejarah dari perjuangan Joko Berek alias Raden Sawunggaling yang menjadi legenda di Kota Pahlawan.
Monumen “Jagone Suroboyo” tersebut akan diresmikan oleh Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya pada Minggu (5/10/2025) pukul 15.30 WIB. Prosesi dilanjutkan dengan napak tilas Babat Alas Suroboyo yang dimeriahkan seribu penari remo.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya mengatakan bahwa monumen ini didirikan untuk mengingatkan masyarakat, terutama generasi muda, tentang sejarah luhur kotanya. Dengan adanya monumen ini, diharapkan kisah-kisah legendaris seperti Sawunggaling tidak lagi hanya diceritakan dari mulut ke mulut, melainkan diabadikan dalam bentuk yang nyata, kokoh, dan penuh makna.
“Patung itu menunjukkan Surabaya ini tidak bisa lepas dari Sawunggaling. Jadi, Surabaya itu ceritanya berasal dari Joko Berek,” kata Wali Kota Eri, di Surabaya, seperti dikutip dari laman Kominfo Kota Surabaya, Jumat (19/9/2025),
Wali Kota Eri menjelaskan bahwa Joko Berek merupakan nama lain dari Raden Sawunggaling. Dalam legenda yang diceritakan turun-temurun, Joko Berek datang ke Surabaya bersama ayam jagonya untuk mencari ayah kandungnya, Adipati Jayengrono.
“Kedatangan Joko Berek disambut tantangan oleh dua saudara tirinya, Sawungrana dan Sawungsari, yang meragukan statusnya. Joko Berek kemudian membuktikan identitasnya melalui adu ayam yang dimenangkan oleh ayam jagonya,” jelasnya.
Wali Kota Eri berharap, kisah dan semangat Sawunggaling yang direpresentasikan oleh patung ini dapat menular kepada seluruh warga Surabaya. “Dengan patung itu, dimunculkan kembali semangat arek Surabaya, semangat Sawunggaling. Diharapkan kita diingatkan untuk melihat perjuangan Sawunggaling, bagaimana beliau babat alas atau membuka lahan Surabaya,” ujar dia.
Lebih dari sekadar mengenang sejarah, patung ini diharapkan menjadi pengingat untuk terus menjaga nilai-nilai persatuan, kekeluargaan, dan keamanan. Di masa lalu, Sawunggaling dikenal sebagai sosok yang berani melawan penjajah Belanda. Ayam jagonya pun menjadi simbol keberanian, keteguhan, dan kemenangan yang selalu menyertai perlawanannya.
“Semangat kita adalah kembali seperti dulu, seperti saat kita ‘babat alas’ Surabaya. Dijaga persatuannya, dijaga keamanannya, dijaga kekeluargaannya,” tegasnya.
Menurut Wali Kota Eri, patung Ayam Jago ini tidak hanya berfungsi sebagai simbol, tetapi juga menjadi ikon destinasi baru di kawasan Lidah Wetan, yang strategis karena lokasinya tak jauh dari makam Raden Sawunggaling. Keberadaannya seolah menjadi gerbang simbolis yang mengajak masyarakat untuk lebih mengenal dan menghargai sejarah kota.
“Monumen ini bukan hanya pengingat bagi warga Surabaya, tetapi juga menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin menelusuri jejak sejarah Kota Pahlawan,” pungkasnya.(iss)