
Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS) menegaskan tidak akan ada warga Palestina yang dipaksa meninggalkan Gaza dalam rencana gencatan senjata yang ia ajukan. Ia menyebut kesepakatan tersebut sudah “selesai sepenuhnya” dan siap dijalankan.
“Tidak ada yang akan dipaksa pergi. Justru sebaliknya… Tidak, kami sama sekali tidak berniat melakukan itu,” kata Trump saat menjawab pertanyaan wartawan terkait apakah warga Palestina akan dipaksa keluar dari Gaza berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang diusulkan AS, Kamis (9/10/2025).
Trump menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata di Gaza telah “selesai sepenuhnya” dan ia berencana melakukan kunjungan ke Timur Tengah akhir pekan ini.
“Saya pikir ini akan menjadi hal yang hebat. Saya kira para sandera akan pulang pada Senin atau Selasa. Saya mungkin akan berada di sana. Saya berharap bisa ke sana. Kami berencana berangkat hari Minggu, dan saya sangat menantikannya,” ujar Trump di hadapan wartawan di Oval Office, seperti dilansir kantor berita Anadolu.
Menjawab pertanyaan mengenai kemungkinan pengerahan pasukan stabilisasi internasional di Gaza, Trump mengatakan bahwa pembahasan terkait hal itu masih berlangsung.
“Masih akan ditentukan. Saya pikir akan ada sekelompok orang yang memutuskan hal ini, dan sekelompok negara kaya yang akan membiayainya,” ujarnya.
“Orang-orang ingin melihat ini berhasil. Dan ini akan berhasil, benar-benar akan berhasil. Prosesnya sudah dimulai.”
Sehari sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Israel dan Hamas telah menyepakati fase pertama dari rencana gencatan senjata di Jalur Gaza yang ia ajukan.
Pada 29 September 2025, Trump meluncurkan rencana damai 20 poin untuk mengakhiri konflik di Gaza. Dalam tahap pertama, seluruh sandera Israel akan dibebaskan dengan imbalan pembebasan sekitar 2.000 tahanan Palestina.
Selain itu, akan diberlakukan gencatan senjata permanen dan penarikan bertahap pasukan Israel dari seluruh wilayah Gaza.
Fase kedua dari rencana tersebut mencakup pembentukan mekanisme pemerintahan baru di Gaza tanpa keterlibatan Hamas, pembentukan pasukan keamanan gabungan yang terdiri dari warga Palestina dan pasukan dari negara-negara Arab serta Islam, serta pelucutan senjata Hamas.
Rencana ini juga menegaskan bahwa negara-negara Arab dan Islam akan berperan dalam mendanai pemerintahan baru dan rekonstruksi Jalur Gaza, dengan peran terbatas dari Otoritas Palestina.
Rencana perdamaian yang diusung Trump disambut positif oleh sejumlah negara Arab dan Muslim. Namun, beberapa pejabat menyebut masih ada banyak rincian yang perlu dibahas dan dinegosiasikan agar rencana tersebut dapat diterapkan secara menyeluruh.
Trump sebelumnya menegaskan bahwa kesepakatan ini adalah langkah awal menuju perdamaian yang langgeng di Timur Tengah, setelah lebih dari dua tahun konflik antara Israel dan Hamas menelan banyak korban di Gaza. (bil/ipg)