
Natasya psikolog klinis dewasa menyebut, sehat mental bukan berarti seseorang harus selalu merasa bahagia, melainkan kemampuan untuk tetap produktif dan mengelola stres dalam keseharian.
“Banyak orang yang masih salah terkait kesehatan mental. Mereka berpikir kalau kesehatan mental itu berarti kita harus bahagia,” ujar Natasya dilansir dari Antara, Minggu (12/10/2025).
Padahal, lanjutnya, sehat mental sebenarnya adalah kesejahteraan psikologis di mana individu bisa tetap berkontribusi dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang dikatakan sehat mental, menurut Natasya, bukan karena tidak pernah mengalami stres, melainkan karena mampu mengelolanya dengan baik.
“Kita mungkin tidak bisa menghindari dari stres. Yang utama adalah bagaimana kita bisa mengelola stres itu dengan baik agar tidak berkelanjutan menjadi gangguan psikologis dan bukan malah menghindarinya dan terus menganggap tak ada,” ucapnya.
Dia menambahkan, sehat secara mental tidak selalu berarti seseorang berada dalam kondisi bahagia. Melainkan bisa berproses dari setiap pengalaman hidup yang dialami, termasuk dari hal-hal yang tidak menyenangkan.
“Sehat mental bukan berarti tidak pernah merasa sedih, marah, atau kecewa. Namun, bagaimana kita bisa menghadapi dan memaknai perasaan itu agar tidak menjadi hambatan di kemudian hari,” kata Natasya.
Dia melanjutkan, kemampuan untuk mengenali dan menerima emosi menjadi salah satu langkah penting dalam menjaga kesehatan mental.
Sebaliknya, menekan perasaan negatif justru dapat membuat seseorang semakin tertekan dan kehilangan keseimbangan psikologis.
“Ketika kita menolak atau menekan emosi, itu tidak membuat masalahnya hilang, justru bisa menumpuk dan menjadi beban. Maka, penting untuk punya ruang aman untuk mengekspresikan diri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Natasya menyebut ruang aman tersebut bisa berupa teman dekat, keluarga, maupun tenaga profesional seperti psikolog.
“Diri kita seperti wadah yang punya batas. Kalau disimpan sendiri terus, suatu saat akan meluap,” pungkasnya.(ant/saf/rid)