
Pemerintah menghadapi tantangan besar untuk mengejar target penerimaan pajak tahun ini. Hingga akhir September 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.295,3 triliun atau baru 62,4 persen dari target tahun ini yang dipatok Rp2.076,9 triliun.
Angka ini juga menunjukkan penurunan 4,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp1.354,9 triliun.
Purbaya Yudhi Sadewa Menteri Keuangan mengatakan, penurunan penerimaan pajak ini banyak dipengaruhi oleh melambatnya harga komoditas global serta menurunnya aktivitas ekspor Indonesia.
“Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu karena penurunan harga minyak dan gas serta sektor pertambangan,” kata Purbaya saat menyampaikan Taklimat Media APBN Kita Edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Secara keseluruhan, pendapatan negara sampai akhir September tercatat sebesar Rp1.863,3 triliun atau 65 persen dari outlook tahun ini. Dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp2.008,6 triliun, pendapatan negara turun 7,2 persen.
Kementerian Keuangan juga mencatat perlambatan penerimaan hampir di semua jenis pajak, terutama pada Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor.
Pelemahan ekspor-impor serta turunnya harga batu bara dan minyak dunia menjadi faktor utama tekanan pada dua jenis pajak tersebut.
Sementara itu, penerimaan dari sektor kepabeanan dan cukai sampai September 2025 tercatat sebesar Rp221,3 triliun. Angka ini turun 2,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Penurunan ini terjadi seiring dengan berkurangnya volume impor dan turunnya nilai pabean akibat pelemahan harga komoditas.
Di sisi lain, belanja negara terus meningkat. Hingga akhir September, realisasi belanja mencapai Rp2.234,8 triliun atau 63,4 persen dari total outlook belanja tahun ini.
Dibandingkan tahun lalu, belanja negara tumbuh 5,1 persen. Belanja kementerian dan lembaga menyumbang Rp800,9 triliun atau 62,8 persen dari target.
Namun, peningkatan belanja ini membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar menjadi Rp371,5 triliun atau setara 1,56 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Purbaya menegaskan bahwa APBN masih menjadi alat utama pemerintah untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi dan mendukung daya beli masyarakat. Ia juga menyampaikan bahwa keseimbangan primer APBN masih terjaga positif di level Rp18 triliun.
“APBN tetap menjadi instrumen untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat,” ujarnya.(faz)