
Irjen Agus Suryonugroho Kakorlantas Polri mengatakan kalau penerapan penegakan hukum bagi pelanggar lalu lintas, akan mengedepankan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
Dia melanjutkan, penerapan kebijakan ini telah berjalan sebesar 95 persen di Indonesia. Sedangkan 5 persen sisanya, masih akan menggunakan sistem tilang manual.
Menurut Irjen Agus, pelaksanaan sistem ETLE merupakan bagian dari arahan Kapolri untuk memperkuat transformasi digital dalam pelayanan publik.
Sementara di sisi yang lain, polisi lalu lintas juga tidak bangga melakukan penegakan hukum. Mereka lebih mengutamakan kesadaran dan kedisiplinan pengendara dalam menciptakan lalu lintas yang aman, tertib, dan lancar.
Lalu, menurut Anda apakah memperbanyak tilang ETLE efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas?
Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya, Kamis (23/10/2025), mayoritas masyarakat menilai pemberlakuan tilang ETLE tidak efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas.
Berdasar data dari pendengar Radio Suara Surabaya yang bergabung melalui telepon dan pesan WhatsApp, sebanyak 70 persen atau 115 pendengar mengaku kalau pemberlakuan tilang ETLE tidak efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas. Sedangkan 30 persen sisanya atau 50 pendengar, memilih setuju.
Kemudian data dari Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 60 persen atau 446 pengguna Instagram, mengaku kalau pemberlakuan tilang ETLE tidak efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas. Sedangkan 40 persen sisanya, memilih setuju.
Mengenai pemberlakuan ETLE sebagai langkah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tertib berlalu lintas, Azas Tigor Nainggolan Analis Kebijakan Transportasi dan Wakil Ketua FAKTA Indonesia menerangkan kalau konsep ETLE tergolong bagus. Hanya saja, secara sistem belum berjalan dengan baik.
Karena menurut Tigor, untuk mencapai sistem ETLE yang efektif, perlu juga diterapkan Electronic Register Identification (ERI).
“Saat ini Indonesia itu belum ada sistem penilangan. Karena semuanya dilakukan secara manual. Capture nopol kendaraan yang melanggar, juga dilakukan secara manual. Ada petugasnya,” katanya, saat onair di Radio Suara Surabaya, Kamis (23/10/2025).
Sedangkan seharusnya, lanjut Tigor, jika memang sistem ETLE benar-benar diterapkan, akan mengurangi beban pihak kepolisian.
Tidak hanya itu, kamera yang digunakan untuk tilang elektronik, juga sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai pengawasan kota.
“Artinya, pihak kepolisian tinggal bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk membangun ini. Nanti pihak kepolisian tingga melakukan pendataan pembuatan nopol. Sehingga nanti datanya akan sama dengan Pemda dan pencatatatn pajaknya juga transparan,” jelasnya.
Tigor melanjutkan, untuk bisa mewujudkan 95 persen sistem ETLE di seluruh Indonesia, adalah penerapan elektronik data yang kemudian juga mempengaruhi koneksi data.
“Kalau ada cita-cita itu (penerapan 95 persen), saya dukung polisi. Saya akan bantu,” tegasnya.
Menurut Tigor, sebenarnya Indonesia secara teknologi mampu menerapkan ETLE yang efektif secara sistem. Hanya saja, belum ada willingness.
“Modal dasar untuk mensukseskan ETLE adalah willingness. Kemauan politik untuk itu. Karena ETLE ini sudah 15 tahun berjalan. Kemudian yang kedua, datanya harus dilengkapi. Indonesia masih tergolong sebagai negara yang lemah di data. Kalau data lemah, sistemnya nggak jalan,” tutupnya.(kir/ipg)