Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya turun tangan memediasi konflik antarwarga terkait penutupan jalan selebar setengah meter di kawasan Asem Jajar III, Kecamatan Bubutan.
Mediasi dipimpin langsung oleh Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya, bersama perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), camat, lurah, serta warga setempat di Kantor Kecamatan Bubutan, Kamis (30/10/2025).
Adapun konflik tersebut bermula dari penjualan pecahan tanah yang tidak dilaporkan dengan benar sejak awal. Penjual mengaku telah menyediakan akses jalan selebar setengah meter sebagai tanah wakaf dari ibunya, namun pembeli tanah bernama Siti Holilah merasa jalan tersebut termasuk dalam tanah miliknya, sesuai Surat Hak Milik (SHM).
Perselisihan kemudian memuncak saat Holilah mendirikan tembok di tengah jalan yang lebar keseluruhannya sekitar satu meter, sehingga hanya tersisa separuh untuk akses warga lain.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Eri meminta BPN melakukan pengukuran ulang agar batas tanah dan jalan dapat dipastikan secara objektif.
“Kami berharap nanti setelah diukur ulang oleh BPN, semua warga bisa berbesar hati mengikhlaskan tanahnya demi akses jalan, sehingga tercipta kedamaian,” ujar Eri.
Eri menambahkan, setelah hasil pengukuran selesai, kedua belah pihak akan kembali dipertemukan untuk mencari solusi damai. “Nanti setelah diukur kita akan pertemukan lagi mereka,” imbuhnya.
Selain itu, Eri juga menanggapi isu adanya uang yang diterima lurah dan pihak LPMK Tembok Dukuh terkait kasus ini. Menurutnya, informasi tersebut tidak benar.
“Setelah saya cari tahu ternyata tidak seperti itu ceritanya. Uang tersebut ternyata dikumpulkan oleh RT/RW atas niat baik setelah rapat di kelurahan untuk biaya ukur ulang BPN, yang diperkirakan antara Rp350.000 hingga Rp500.000. Namun, niat baik ini justru berubah menjadi fitnah karena adanya dugaan penerimaan uang oleh LPMK,” jelas Eri.
Sementara itu, Siti Holilah (48 tahun) mengaku membeli tanah tersebut dari pemilik bernama Yanto pada 2009, dan mulai membangun rumah pada 2011. Ia menegaskan sejak awal sudah menyediakan jalan untuk akses bersama.
“Saya sudah dari awal dibikin jalan. Enggak ada konflik apa-apa. Cuma, dari awal saya beli, kenapa kok saya waktu bangun mau ambil dari batas-batas disuruh geser. Saya udah buat jalan akses saya supaya bisa dipakai orang banyak,” kata Holilah saat ditemui di rumahnya.

Namun, warga lain, Fauzizah Minarni (48), bersikeras agar Holilah membongkar tembok yang menutup jalan karena menghambat akses enam kepala keluarga (KK) di sekitarnya. “Aku bersikuku berlima (KK), setengah meter dari ditembok itu jadi jalan,” ujarnya.
Menurut Fauzizah, warga kini kesulitan keluar-masuk karena jalan terlalu sempit. “Kalau orang badannya besar harus miring. Kendaraan juga enggak bisa masuk, padahal sebelumnya bisa,” tandasnya. (lta/bil/ham)
NOW ON AIR SSFM 100
