Jumat, 28 November 2025

Pemkot: Camat di Surabaya Diminta Bekerja Layaknya Wali Kota Kecil di Wilayahnya

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Muhammad Fikser Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat saat talkshow program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (21/11/2025). Foto: M. Irfan Azhari Mg suarasurabaya.net

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperketat standar pelayanan publik hingga level kecamatan dan kelurahan. Hal itu disampaikan M. Fikser Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Surabaya saat mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (28/11/2025).

Bahkan menurut Fikser, para Camat telah dituntut oleh Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya untuk bekerja layaknya “Wali Kota Kecil” di wilayahnya masing-masing.

“Di sini camat-lurah benar-benar jadi Wali Kota Kecil. Pak Wali maunya begitu. Dia turun, dia keliling, dia mendengarkan aspirasi masyarakat, masukan masyarakat, diskusi dengan masyarakat,” beber Fikser.

Menurutnya, jadi camat di Surabaya jam kerjanya juga tidak teratur. Meski secara administrasi jam kerjanya mulai pukul 7.30 sampai 16.00 WIB, fakta di lapangan tidak demikian.

“Sejatinya camat-camat di lapangan itu sampai malam-malam. Mereka harus melakukan komunikasi dengan masyarakat. Mereka juga tidak kenal waktu libur. Kapan saja ditelepon warga datang. Apalagi situasi seperti saat ini yang (cuaca) mendung-mendung. Pasti camat itu sudah hatinya ya, lurah itu hatinya sudah bergetar. Ya. Pasti, karena itu bentuk tanggung jawab, akhirnya bergerak,” kata Fikser.

Kiri ke kanan: Muhammad Fikser Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Muhammad Januar Rizal Camat Pabean Cantikan, Yudi Eko Handono Camat Tambaksari, Muhammad Aries Hilmi Camat Genteng saat talkshow program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (21/11/2025). Foto: M. Irfan Azhari Mg suarasurabaya.net

Adapun menurut Fikser, seluruh ASN termasuk camat dan lurah terikat pada Sistem Indikator Kinerja Individu (IKI) dan Indikator Kinerja Organisasi (IKO). Dua sistem ini langsung berpengaruh pada tambahan penghasilan dan evaluasi jabatan.

“Para camat di Surabaya, bukan camat, camat, lurah, dan kami semua ASN di Pemerintah Kota Surabaya itu terikat pada indikator kinerja individu. Jadi di masing-masing kita itu sudah ada target kerja sesuai dengan di mana kita bertugas.”

Eks Kasatpol PP Kota Surabaya itu juga menegaskan bahwa era ASN bekerja setengah hati sudah selesai. “Hari ini tidak bisa orang malas, orang rajin ya seperti disampaikan Pak Wali itu pendapatannya sama, tidak bisa,” ungkapnya.

Fikser menegaskan bahwa layanan publik menjadi penilaian terbesar. Karena itu, camat dan lurah harus responsif dan turun ke lapangan. Justru akan jadi pertanyaan jika ada camat atau lurah yang hanya di kantor saja.

Selain tidak mengenal jam kerja, lanjut Fikser, nomor telepon camat, lurah, dan kepala OPD pun diwajibkan dipublikasikan.

“Nomor teleponnya kita sudah umumkan di website-nya resmi pemerintah kota. Kita sudah enggak takut nomor telepon kita itu mau dibajak, selama kita kerja benar,” ungkapnya.

Terkait rekrutmen camat, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkot Surabaya itu menjelaskan bahwa prosesnya dilakukan secara profesional dan terbuka.

Dalam seleksi, para camat itu menyusun janji kerja, hingga planning project yang dipaparkan di hadapan para panelis mulai dari pakar maupun perguruan tinggi. Bahkan sebagian tahapan seleksi itu sengaja dibuat transparan dengan dilive-kan di channel Youtube Pemkot Surabaya.

Selain seleksi yang ketat, Camat juga tidak boleh terlalu lama berada di satu wilayah. Biasanya, maksimal 2,5 tahun. Setelahnya, akan dimutasi.

“Dua tahun setengah itu paling lama. Kita harus berpindah… jangan sampai terlalu lama di suatu tempat kemudian inovasinya, semangatnya berkurang.”

Cerita Para Camat Surabaya

Pada kesempatan itu, hadir tiga camat di Surabaya yakni Muhammad Januar Rizal Camat Pabean Cantikan, Yudi Eko Handono Camat Tambaksari, dan Muhammad Aries Hilmi Camat Genteng. Ketiganya menggambarkan langsung tantangan menjadi “Wali Kota Kecil” seperti yang diinginkan Eri Cahyadi.

Yang pertama Muhammad Aries Hilmi Camat Genteng. Ia menyebut tantangan terbesar adalah memantau semua kejadian di wilayahnya yang masuk pusat kota.

“Tantangannya adalah betul disampaikan Pak Fikser tadi, tahu segala hal yang terjadi di masyarakam,” jelasnya.

Ia juga mengaku memasang nomor telepon pribadinya di seluruh gang. “Kami membuat poster nomor telepon Camat Lurah kita taruh di setiap gang, harapannya kalau warga ada keluhan itu bisa langsung melapor ke kami,” ungkapnya.

Sementara Muhammad Januar Rizal Camat Pabean Cantikan menjelaskan beratnya tantangan untuk memberikan layanan yang benar-benar dirasakan masyarakat.

“Tantangan di wilayah Pabean itu bagaimana kita bisa memberikan manfaat kepada warga,” ungkapnya.

Rizal bahkan menggambarkan grup koordinasi yang selalu aktif, dan selalu ada permasalahan tiap dibuka. “Grup ini hidup 24 jam. Sampai kita bangun tidur pun sudah ada permasalahan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa camat harus selalu siaga, bahkan dia mengibaratkan “daun jatuh” pun Camat harus tahu.

Terakhir ada Yudi Eko Handono Camat Tambaksari yang menyebut tantangan wilayahnya lebih berat karena punya jumlah penduduk paling besar di Surabaya.

“Ngapunten, kami itu kan kecamatan dengan warga yang paling banyak. Tipologinya macam-macam. Itu bagi kami challenge ya,” ujarnya.

Penanganan aduan pun dilakukan cepat. “Biasanya enggak terlalu lama, hanya berapa menit itu kami langsung respon,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Jumat, 28 November 2025
32o
Kurs