Selasa, 2 Desember 2025

DEEP Indonesia Paparkan Turbulensi Demokrasi, Penegakan Hukum, dan Ekonomi Sepanjang 2025

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Neni Nur Hayati Direktur DEEP Indonesia dalam Panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun bertajuk “Membaca Masa Depan Indonesia: Refleksi Demokrasi, Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan, dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi” yang diselenggarakan di Rumah Perubahan, Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/12/2025). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Neni Nur Hayati Direktur Democracy and Election Empowerement Partnership (DEEP) Indonesia memaparkan berbagai catatan kritis atas dinamika demokrasi, penegakan hukum, dan perkembangan ekonomi sepanjang tahun 2025.

Paparan tersebut disampaikan dalam Panel Diskusi Refleksi Akhir Tahun bertajuk “Membaca Masa Depan Indonesia: Refleksi Demokrasi, Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi Berkeadilan, dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi” yang diselenggarakan di Rumah Perubahan, Pondok Melati, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (2/12/2025).

Menurut Neni, tahun 2025 dipenuhi berbagai peristiwa politik dan hukum yang menyita perhatian publik. Mulai dari carut-marut penegakan hukum, pemberantasan korupsi, program Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga dinamika ekonomi nasional.

“Tahun 2025 adalah tahun yang penuh dengan kegaduhan politik dan persoalan hukum. Kita semua harus berharap bahwa tahun 2026 demokrasi menjadi lebih substantif dan disadari sebagai tanggung jawab seluruh perangkat negara,” ujar Neni.

DEEP Intelligence Research, yang melakukan evaluasi berbasis temuan lapangan dan monitoring media menggunakan teknologi artificial intelligence, mencatat bahwa isu politik dan demokrasi mendominasi ruang publik sepanjang tahun.

Berdasarkan pemantauan pemberitaan, Prabowo Subianto Presiden menjadi tokoh yang paling banyak diberitakan media daring, dengan tiga isu terbesar yakni MBG, pemberantasan korupsi, dan hukum.

Sementara itu, Joko Widodo Presiden ke-7 RI menempati posisi ketiga dalam percakapan publik terkait politik dan demokrasi. Tingginya sorotan publik, kata Neni, menunjukkan masih kuatnya pengaruh Jokowi terhadap pemerintahan baru.

“Pengaruh yang besar terhadap pemerintahan baru menimbulkan kekhawatiran publik. Ada ketakutan yang semakin menguat tentang potensi otoritarianisme dan politik dinasti,” lanjutnya.

DEEP mencatat total 174.730 percakapan mengenai isu politik, pemilu, dan demokrasi sejak 1 Januari hingga 1 Desember 2025. Fluktuasi sentimen positif, netral, dan negatif terjadi setiap bulan, diperkuat oleh sejumlah peristiwa seperti PSU yang belum tuntas di beberapa daerah.

Menurut Neni, media sosial menjadi kanal utama masyarakat menyampaikan kekecewaan. Algoritma yang mempercepat penyebaran konten emosional membuat isu-isu bernada negatif berkembang pesat.

Eskalasi percakapan publik meningkat tajam pada sejumlah peristiwa, seperti cepatnya pengesahan RUU TNI, munculnya koalisi gemuk, isu kemunduran hak sipil, kebijakan populis, polemik dokumen capres-cawapres, penggunaan private jet KPU, hingga maraknya demonstrasi besar-besaran.

Dalam aspek hukum, DEEP menemukan bahwa disahkannya RUU KUHAP memicu kekecewaan publik karena dinilai jauh dari transparansi. Proses hukum dinilai disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Dalam pemberantasan korupsi, beberapa kasus dinilai menjadi fokus publik, seperti kasus Hasto, Tom Lembong, Ira Puspadewi, hingga seorang guru di Luwu Utara. Menurut Neni, publik menilai bahwa proses hukum sering kali tidak proporsional.

“Ada orang-orang yang sebenarnya tidak layak diproses secara pidana, khususnya dalam perkara korupsi. Beberapa di antaranya tidak memiliki niat jahat untuk memperkaya diri,” jelas Neni.

Ketidakpercayaan publik terhadap KPK juga meningkat, sampai muncul narasi bahwa lembaga antirasuah tersebut sebaiknya dibubarkan karena dianggap tidak lagi optimal.

Kinerja kepolisian turut menjadi sorotan tajam, terutama soal perilaku represif, kekerasan, dan buruknya pelayanan publik. Sebaliknya, Kejaksaan dianggap lebih mampu merespons kebutuhan publik dengan mendorong penerapan keadilan restoratif.

Program Makan Bergizi Gratis menjadi salah satu topik paling banyak dibicarakan, baik dalam konteks dukungan maupun kritik, terutama setelah muncul kasus dugaan keracunan. Sementara itu, dalam isu global, pidato Prabowo Presiden di PBB dan peran Indonesia dalam KTT Perdamaian Gaza turut menarik perhatian publik.

DEEP juga mencatat mencuatnya narasi kerusuhan 28 Agustus yang diduga berkaitan dengan operasi intelijen untuk memojokkan Polri dan TNI, serta tujuan politik tertentu.

Dari hasil pemantauan DEEP, pemberitaan media arus utama cenderung memberikan sentimen positif terhadap Kabinet Merah Putih. Namun, media sosial justru memperlihatkan tingginya sentimen negatif terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran.

“Secara angka, media menunjukkan dukungan terhadap kabinet. Tetapi publik di media sosial memberikan kritik keras,” tegas Neni.

Mengakhiri paparannya, Neni menekankan perlunya perbaikan struktural dalam demokrasi Indonesia. Menurutnya, seluruh institusi negara harus bekerja dalam satu kesatuan sistem untuk memastikan demokrasi berjalan sehat.

“Indonesia butuh pembenahan serius. Demokrasi harus lebih substansial, penegakan hukum harus adil dan transparan, dan pemberantasan korupsi harus menyentuh akar masalahnya,” tutupnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Selasa, 2 Desember 2025
27o
Kurs