Sabtu, 27 Desember 2025

Mendagri Minta Pemda Benahi Tata Kelola Keuangan untuk Kejar Realisasi APBD

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri. Foto: Antara

Tito Karnavian Menteri Dalam Negeri (Menagri) meminta pemerintah daerah (pemda) membenahi tata kelola keuangan daerah untuk mengejar target realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), menjelang akhir tahun anggaran 2025.

Antara melaporkan, berdasarkan data per 30 November 2025, total realisasi pendapatan provinsi, kabupaten, dan kota tercatat mencapai Rp1.200 triliun atau 88,35 persen. Sementara itu, total realisasi belanja daerah mencapai Rp1.082 triliun atau 75,43 persen.

Tito dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/12/2025), berharap angka tersebut terus meningkat hingga akhir tahun anggaran mengingat pada 31 Desember 2024 lalu capaian total realisasi pendapatan seluruh daerah mencapai Rp1.367 triliun atau 97,29 persen, dengan realisasi belanja sebesar Rp1.365 triliun atau 91,72 persen.

“Mudah-mudahan di akhir Desember nanti angkanya lebih baik lagi dan lebih tinggi,” katanya saat memimpin Rapat Evaluasi Realisasi APBD Tahun 2025 bersama seluruh kepala daerah yang digelar secara virtual dari Kantor Kemendagri, Jakarta.

Tito menegaskan, realisasi belanja pemerintah menjadi faktor penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Belanja pemerintah daerah yang tinggi akan meningkatkan peredaran uang di masyarakat, sehingga mendorong daya beli dan konsumsi rumah tangga.

Konsumsi rumah tangga, lanjut dia, merupakan salah satu kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, belanja pemerintah daerah juga berperan sebagai stimulus bagi sektor swasta agar tetap bergerak dan produktif.

Dalam kesempatan tersebut, Mendagri juga memaparkan daerah dengan capaian realisasi APBD tertinggi hingga terendah. Daerah dengan kinerja realisasi APBD yang baik diapresiasi, sementara daerah dengan realisasi rendah diimbau segera melakukan langkah perbaikan.

Adapun sepuluh provinsi dengan realisasi pendapatan tertinggi hingga 30 November 2025, yakni Bali, Kalimantan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Maluku Utara, Jawa Timur, Papua Selatan, Kalimantan Barat, Papua Barat Daya, dan Sumatera Barat.

Di tingkat kabupaten, realisasi tertinggi dicapai oleh Sumbawa Barat, Tanah Laut, Hulu Sungai Selatan, Tanah Bumbu, Banjar, Hulu Sungai Utara, Tabalong, Bojonegoro, Batang, dan Tana Tidung. Sementara di tingkat kota, yaitu Banjarbaru, Banjarmasin, Denpasar, Solok, Pekalongan, Bukittinggi, Payakumbuh, Tangerang Selatan, Kediri, dan Tangerang.

Adapun sepuluh provinsi dengan realisasi pendapatan terendah yakni Riau, Papua Pegunungan, Sulawesi Tengah, Bengkulu, Maluku, Kalimantan Utara, Papua Barat, Lampung, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah.

Di tingkat kabupaten, yakni Halmahera Barat, Aceh Tenggara, Halmahera Utara, Manggarai Timur, Sorong Selatan, Yalimo, Kuantan Singingi, Sorong, Pulau Taliabu, dan Lingga. Sementara di tingkat kota, yaitu Dumai, Lubuklinggau, Bandar Lampung, Lhokseumawe, Langsa, Sorong, Ternate, Kupang, Sabang, dan Tual.

Terkait hal ini, Agisthia Lestari Peneliti Senior Citra Institute menilai langkah Mendagri mendorong perbaikan tata kelola keuangan daerah untuk mengejar target realisasi APBD merupakan langkah strategis dalam meningkatkan akuntabilitas vertikal pemda kepada pemerintah pusat, sekaligus akuntabilitas horizontal kepada publik.

“Namun tantangannya, rilis data bulanan berpotensi terjebak pada competitive governance dan bias struktural karena pengukuran kinerja dilakukan terlalu dini dan cenderung administratif, bukan pada kualitas penyerapan anggaran,” ujar Agisthia.

Ia menyarankan agar ke depan rilis kinerja fiskal daerah dilakukan setiap tiga bulan sesuai ritme alami siklus fiskal. Sehingga, publik dapat menilai konsistensi antara perencanaan dan implementasi kebijakan.

Senada, Iwan Setiawan Direktur Indonesia Political Review (IPR) berpandangan, rilis realisasi pendapatan dan belanja daerah secara rutin setiap bulan merupakan langkah strategis untuk memantau penggunaan anggaran serta meminimalkan potensi penyimpangan.

“Pemantauan bulanan memudahkan evaluasi dan memastikan belanja daerah benar-benar mendorong daya beli masyarakat, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Iwan.

Menurutnya, strategi yang ditempuh Mendagri efektif dalam memperbaiki tata kelola keuangan daerah. “Jika tata kelola keuangan berjalan sesuai aturan dan peta jalan pembangunan, dampaknya akan langsung terasa pada kualitas pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah,” ujarnya.(ant/bil/iss)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Perpaduan Macet dan Banjir di Kawasan Banyuurip-Simo

Banjir Menggenangi Sidosermo 4

Kecelakaan Bus Vs Truk Gandeng di Jembatan Suramadu

Perpaduan Hujan dan Macet di Jalan Ahmad Yani

Surabaya
Sabtu, 27 Desember 2025
33o
Kurs