
Kebutuhan handy transceiver (HT) sebagai radio komunikasi untuk meningkatkan produktivitas kerja semakin tinggi. Bahkan dari sisi market size di Asia Pasifik, Indonesia menempati urutan ketiga setelah China dan Taiwan.
Tingginya kebutuhan radio komunikasi tersebut, menurut RONNIE SEBASTIAN Senior Area Manager Government & Public Safety Motorola Indonesia, dipicu jumlah penduduk yang besar serta banyaknya institusi pemerintahan dan swasta.
“Secara umum institusi pemerintahan dan swasta membutuhkan radio komunikasi untuk koordinasi dengan orang-orang lapangan. Apalagi cukup dari radio komunikasi, bisa melakukan komunikasi instant & reliable,”tukasnya.
Pada suarasurabaya.net, Rabu (14/11), RONNIE menjelaskan, pemakai radio komunikasi biasanya bekerja di sektor public safety seperti Pemadam Kebakaran, Kepolisian, rumah sakit, hotel termasuk event organizer.
Kata RONNIE, mereka memilih HT dan bukan telepon genggam karena sifat elektromagnetis, terbatas tidak melalui repeater dan dari sisi kehandalan tidak begitu diharapkan. “Kalau berada dalam ruang terbuka, seperti di lapangan, point to point lebih panjang dibandingkan kalau menggunakan HT di dalam ruangan,”ujarnya.
Secara pasar, radio komunikasi dibagi dua kategori yakni untuk kalangan amatiran yang biasanya tergabung dalam komunitas baik Orari maupun Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) serta radio komunikasi yang memang untuk kebutuhan bisnis atau radio komunikasi profesional. (tin)
Teks foto :
– Kalangan profesional bisa memanfaatkan HT sebagai radio komunikasi dengan rekan kerja yang berada di lapangan
Foto : TITIN suarasurabaya.net