PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) tetap meminta pemerintah membatalkan penunjukkan PT PLN (Persero) terhadap PT Paiton Energy Company (PEC). Penunjukan PLN pada PEC dinilai tidak fair dan hanya membuat harga listrik semakin mahal untuk rakyat.
Hal tersebut disampaikan EDY HARTONO Asisten Manager Penawaran & Pelaksanaan Penjualan Tenaga Listrik PT PJB pada suarasurabaya.net, Kamis (01/11), terkait gerakan moral listrik murah untuk rakyat.
Kecenderungan listrik diswastanisasi, kata EDY, tidak akan membuat harga listrik lebih murah. Apalagi jika 2 pembangkit listrik yang dibangun PT PEC direalisasikan.
EDY menjelaskan harga listrik yang diproduksi PJB –anak perusahaan PLN—lebih murah dua kali lipat dibandingkan listrik swasta. PJB menjual listrik Rp 300/kwh, sedangkan Paiton menjual Rp 600/kwh.
“Harga tersebut jika diakumulasikan dalam 1 tahun maka akan ada selisih Rp 3 trilyun per satu lokasi pembangkit. Kalau di Paiton dibangun 2 lokasi, PLN harus membayar Rp 6 trilyun lebih mahal untuk listrik swasta,”ujarnya.
Padahal PLN, kata EDY, minta subsidi ke pemerintah Rp 28,5 trilyun untuk 2008. Seharusnya, pemerintah memberi perhatian pada anak perusahaan PLN supaya bisa tumbuh dan memproduksi listrik dengan harga lebih murah dibanding swasta.
Selama ini, papar EDY, listrik di luar Jawa disubsidi oleh keuntungan PLN di Jawa. “Artinya, kalau listrik di Jawa mati tidak ada yang mensubsidi. Efek yang terjadi, PLN akan minta subsidi ke PLN lebih besar lagi atau tarif dasar listrik semakin naik,”ujarnya.
Dalam RUPS, PJB pernah meminta uang keuntungan yang digunakan PLN untuk subsidi luar Jawa sebesar Rp 11 trilyun. Rencananya, uang digunakan untuk membangun pembangkitan tapi tidak dikasih. Dan sampai saat ini PLN tidak pernah memberikan alasannya. Berikut penjelasan EDY, {clip*1}.
EDY menilai PLN tidak memberdayakan anak perusahaan sendiri tapi meningkatkan kesejahteraan swasta. PLN secara perlahan-lahan ‘mematikan’ PJB dengan mengurangi kapasitas produksinya.
Saat ini PJB menguasai 24% listrik yang ada di Jawa dan Bali. Ini sudah berkurang sejak tahun 1994 yakni 39%. Sementara swasta tahun 1994 hanya menyediakan 1%-2%, dan tahun ini naik 25%.
“Kami takut pada usia 75 tahun negara ini, 75% listrik dikuasai dan tarif dasar listrik (TDL) naik 100%. Apalagi kecenderungan yang ada saat ini, swasta dibiarkan masuk padahal anak perusahaan PLN mampu memproduksi listrik dengan harga 50% lebih murah,”pungkasnya. (tin)