Paket kebijakan ekonomi Presiden jilid dua yang diumumkan kemarin dinilai sangat detil dan menunjukkan bahwa pemerintah ingin mengintegrasikan kebijakan ekonomi secara menyeluruh. Yakni integrasi kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter.
“Tujuan akhir yang ingin dicapai tentunya adalah bauran kebijakan tersebut memberikan dampak yang positif dan signifikan bagi sektor riil dan dunia usaha. Selain mengurangi tekanan akibat turunnya nilai tukar rupiah atas USD,” kata Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR RI, di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2015).
Politikus Partai Golkar itu menyatakan pihaknya sangat mendukung apa yang menjadi kebijakan ekonomi pemerintah ini. Karena, kebijakan itu akan memberikan dorongan pada sektor riil untuk tetap mempertahankan pertumbuhannya.
Selain itu, tentu mengurangi tekanan kurs rupiah atas US Dollar (USD), yang memang memberatkan beban pelaku ekonomi. Logika kebijakan itu sangat bisa dipahami, kata Misbakhun, karena ada kebijakan untuk menarik Devisa Hasil Ekspor (DHE) ke bank dalam negeri.
Dalam kebijakan itu, Pemerintah memberikan insentif berupa pemangkasan pajak bunga deposito hingga berada pada posisi 0 persen bagi eksportir yang menyimpan DHE di bank nasional dalam bentuk deposito valas. Apabila disimpan dalam bentuk deposito dalam waktu satu bulan, tarif ajak bunga diturunkan menjadi 10 persen, tiga bulan 7,5 persen, enam bulan 2,5 persen, dan di atas enam bulan bunganya 0 persen.
“Ini jelas untuk mengurangi tekanan penurunan nilai tukar rupiah atas USD pada pertumbuhan ekonomi,” kata Misbakhun.
Dia menegaskan, paduan insentif dari sisi tarif pajak yang lebih rendah dan insentif bunga yang lebih rendah harusnya disambut oleh para pelaku usaha. Khususnya mereka yang selama ini banyak melakukan ekspor, tapi devisa hasil ekspornya tidak disimpan di sistem perbankan Indonesia.
Dia juga menyerukan agar kebijakan insentif bunga dan insentif pajak tersebut harus dikoordinasikan dengan baik antara pemerintah dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. “Sehingga bisa segera diimplementasikan,” tandas Misbakhun, yang juga Sekretaris Panja Penerimaan Negara DPR RI itu.
Lebih jauh, Misbakhun menyatakan, yang paling ditunggu adalah upaya pemerintah untuk memperbaiki daya beli masyarakat dengan menurunkan harga BBM dalam paket kebijakan ekonomi saat ini. Mengingat momentum turunnya harga minyak dunia pada kisaran USD 40-an per barrel.
“Tentunya kebijakan penurunan harga BBM ini akan sangat ditunggu oleh masyarakat dunia usaha. Dengan turunnya harga BBM diharapkan biaya produksi akan berkurang. Harga barang di tingkat konsumen tetap bisa dijaga pada supaya dalam daya beli masyarakat,” ujarnya.
Bagi Misbakhun, belum diumumkannya penurunan harga BBM bersamaan dengan paket kebijakan ekonomi tahap II saat ini mungkin disebabkan pemerintah memerlukan koordinasi lebih menyeluruh. (faz/iss/fik)
NOW ON AIR SSFM 100
