Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah dunia, termasuk peluang bisnis yang terbuka. Segala bisnis yang berbau digital kini memasuki masa keemasan, game online atau game berbasis digital misalnya.
Bisnis ini diyakini akan terus meroket akibat pandemi Covid-19. Wajar jika laba vendor game mengalami kenaikan berlipat ganda.
Okky Tri Hutomo Ketua Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Jatim mengatakan, perubahan aktivitas masyarakat di masa pandemi telah memicu tingginya pengguna game berbasis digital.
“Di masa pandemi, orang banyak melakukan aktifitas di dalam rumah, khususnya yang menjalankan Work From Home (WFH), School From Home (SFH), ataupun Activity From Home. Dan ini menunjukkan, aktivitas berbasis digital menjadi sasaran utama di saat menjalani masa pandemi ini,” ujar Okky dalam acara Online Seminar Solution (OSS) Kadin Jatim yang digelar bersama APTIKNAS, AREBI, Kadin Institute, Surabaya, Senin (2/11/2020).
Wajar jika kemudian peningkatan orang bermain game menggunakan peralatan digital sangat tinggi. Ia menegaskan, pertumbuhan pengguna aplikasi game baik berbasis teknologi android maupun lainnya menunjukkan kenaikan sebesar 196 persen dibanding masa sebelum pandemi.
Dampaknya, beberapa pabrikan atau vendor game telah mencatatkan laba luar biasa selama pandemi. Play Station dari Sony misalnya, telah berhasil mengeruk lama bersih di semester I/2020 sebesar Rp 96,6 triliun atau naik 103,8 persen dibanding tahun sebelumya.
“Dan laba bersih semester berikutnya diperkiraan naik menjadi Rp 111,5 trilun. Ini merupakan prestasi luar biasa. Memang di masa pandemi Covid-19, game menjadi salah satu pilihan paling efektif untuk mendapatkan hiburan,” tambahnya.
Hal yang sama diutarakan oleh Sujarwo Wowok Direktur Marketing Vcloudpoint Indonesia bahwa saat ini Indonesia menjadi pasar game yang sangat besar. Dengan populasi terbesar ke empat dunia dan lebih dari 60 persen didominasi oleh kelompok usia produktif, bisnis game mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.
“Data dari AGI, Asosiasi Game Indonesia menyatakan, dari 52,6 juta jiwa yang terbuhung secara daring, lebih dari separih 34 juta orang bermain game online. Jika dilihat dari rupiah yang bisa dibelanjakan, nilainya sudah mencapai US$ 1,1 miliar,” tambah Wowok.
Sementara itu, Tritan Saputra Wakil Ketua Umum Bidang Telekomunikasi dan dan Teknologi Informatika Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim mengatakan, ada beberapa hal yang perlu dipahami kenapa industri game di masa pandem ini mengalami kenaikan signifikan.
“Ini karena di masa pendemi terjadi peningkatan aktiftas dan hobi yang dilakukan di rumah. Tidak hanya bisa menghilangkan kebosanan dan kejenuhan, tetapi dengan bermain game bisa meraup pendapatan yang besar jika dilakukan dengan professional. Dengan game, orang menjadi senang. Dan ketika menjadi senang, maka badan akan sehat. Ini menarik,” ujarnya.
Hanya saja, ia menyayangkan minimnya game yang tersedia bagi anak-anak atau game ramah anak. Padahal kenyataannya, yang bermain game tidak mengenal umur, mulai dari anak-anak sampai dewasa.
“Kemarin kami sempat diskusi dengan AGI, mereka ternyata memiliki visi luar biasa dan ingin menjadikan game sebagai sesuatu yang bermanfaat. Mereka juga memberikan penilaian-penilaian terhadap game yang menimbulkan efek samping. Memang beberapa game membuat hubungan dengan keluarga tidak baik. Dan mereka membantu mengamati dampak sosial ini,” kata Tritan.
Di sisi lain, pemerintah juga mulai melirik bisnis berbasis digital ini untuk dipungut pajak. Ini harus dipahami dengan bijak karena dengan adanya transaksi yang semakin banyak menggunakan online, pemerintah juga harus mendapatkan penghasilan.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya memberlakukan pajak digital dengan diterbitkannya Perpu nomor 1 2020. Mulai 1 Agustus 2020, barang dan jasa yang dijual perusahaan internasional berbasis digital wajib membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen. Pengenaan PPN ini dibebankan kepada konsumen yang berlangganan.
“Perppu ini mengatur banyak sekali, termasuk peraturan barang yang tidak berwujud atau jasa platform luar negeri. Dan game masuk dalam kategori pajak tersebut,” pungkasnya. (dfn/ipg)