Kamis, 2 Mei 2024

Belajar Bisnis dari Tom Liwafa Crazy Rich Surabaya Lewat The Journey

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Tom Liwafa saat menjadi narasumber program "The Journey" yang disiarkan langsung di FM 100 dan semua kanal Radio Suara Surabaya, Jumat (10/9/2021). Foto: Dafin suarasurabaya.net

Nama Tom Liwafa sudah tidak asing di telinga kita. Namanya selalu muncul saat kita berbicara tentang pengusaha muda di Jawa Timur yang sukses membangun bisnis dan menyandang gelar ‘crazy rich’.

Bagaimana tidak, berbagai bisnis dikelolanya terus berkembang. Seperti Se’i Sapiku di sektor kuliner, Handmadeshoesby dan Delvationstory di bisnis tas dan sepatu grosir, Delta Outfit dan Judith SBY di bidang fashion, Razter Project yang menawarkan jasa desain ruangan sampai channel Youtube TOMLIWAFA PROJECT untuk memberikan motivasi bisnis.

Untuk bisnis kuliner Se’i Sapiku saja, ia mencatat sudah ada 60 cabang outlet dengan ribuan karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari Jakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin, Banjarbaru hingga Bali dan Aceh. Sedangkan untuk bisnis fesyen yang ia bangun sudah merambah 10 cabang dengan ratusan reseller dan distributor. Tak berhenti di situ, saat ini, ia juga sedang merambah di industri parfum lokal.

Dengan capaiannya yang luar biasa itu, pria yang akrab disapa Tomli ini membagikan pengalamannya dalam program “The Journey” Suara Surabaya yang disiarkan langsung semua kanal Suara Surabaya Media yakni di FM 100 Radio Suara Surabaya, Facebook e100, Instagram @suarasurabayamedia, Youtube Suara Surabaya, juga visual radio streaming di Suara Surabaya Mobile maupun suarasurabaya.net pada Jumat (10/9/2021) pukul 10.00-11.00 WIB.

Keluar dari Jurang Pandemi

Tom Liwafa merasakan bagaimana pandemi Covid-19 membuat bisnisnya ikut terhantam. Saat mobilitas orang dibatasi, ia memutar otak untuk mencari strategi agar bisnisnya terus berjalan. Ia terus mencari cara agar bisnisnya terus adaptif meski di situasi yang sulit.

Salah satunya strategi yang dilakukan adalah memaksimalkan penjualan secara daring.

“Saat saya terhantam pandemi pada April 2020 yang pengumuman pemerintah, tidak begitu terasa. Tapi saat Mei, Juni, dan seterusnya saat kenaikan kasus, orang-orang nggak mau ke luar rumah, saya terhantam sekali. Akhirnya saya genjot yang digital marketing,” ujarnya.

Dari yang awalnya ia hanya memiliki 10 karyawan di bidang digital marketing, saat pandemi ia menambah jumlah karyawan menjadi 60 orang untuk mengoptimalkan penjualan daring.

“Kenapa? karena kita semua carinya di marketplace, bukan door to door atau berdasarkan referensi teman. Sekarang kita bisa melihat sebelum membeli tanpa perlu kemana-mana,” ujarnya.

Tom Liwafa saat menjadi narasumber program “The Journey” yang disiarkan langsung di FM 100 dan semua kanal Radio Suara Surabaya, Jumat (10/9/2021). Foto: Ilham suarasurabaya.net

Riding the Wave vs Work with Passion

Menurut Tomli, keduanya sama-sama diperlukan, baik mengikuti arus (riding the wave) maupun bekerja dengan gairah (work with passion) dalam merintis usaha.

Menurutnya, melihat tren penting dilakukan untuk mengamati perilaku masyarakat tentang apa yang sedang mereka gandrungi. Namun tanpa passion, semangat untuk membangun usaha akan mudah tumbang saat usaha menghadapi kendala.

“Saya pas sudah tahun 5-7 (merintis usaha), kalau tidak sesuai passion pasti sudah bangkrut karena luar biasa guncangannya. Kita saat itu terhantam produk dari China, hancur lebur. Bagaimana bisa kita menjual produk yang lebih mahal untuk kualitas yang tidak lebih baik? Tapi pemerintah tentu tak tinggal diam. Mereka buat regulasi yang akhirnya UMKM bangkit lagi. Kalau tidak sesuai passion pasti sudah gulung tikar,” jelasnya.

Riding the wave menurutnya juga tak kalah penting untuk mencari peluang bisnis yang muncul. Tomli mencontohkan, saat ini ia sedang merambah bisnis parfum karena peluang parfum lokal masih terbuka lebar.

“Peluang parfum lokal itu luar biasa, padahal bagus produknya. Saya jual harga Rp10 ribuan karena semua orang berhak wangi. Karena kita tahu, parfum produk terbanyak di Indonesia itu 90 persen dari luar negeri, bukan Indonesia sendiri,” katanya.

Produk vs Personal Branding

Tomli menyadari bahwa tidak hanya produknya yang dikenal masyarakat, tapi juga dirinya. Secara tidak langsung, ia menjalankan product branding dan personal branding secara bersamaan.

Namun saat ditanya, antara mengutamakan produk atau personal branding untuk menjalankan usaha, secara mantap ia menjawab bahwa produk yang bagus adalah hal utama. Alasannya, personal branding yang keren namun jika tidak diimbangi dengan produk berkualitas, maka usaha yang dibangun tidak akan bertahan lama (sustainability).

“Sifat personal branding itu sementara. Kalau personalnya tidak melakukan apapun, karyanya itu-itu saja, ya nggak dapat respect. Kalau karyanya semu ya nggak akan bertahap,” ujarnya.

Kunci Percaya Diri Membangun Bisnis untuk Pemula

Saat ini, ia mengakui bahwa kaum milineal atau pebisnis pemula banyak yang tertarik untuk memulai bisnis secara mandiri. Hanya saja, tidak semuanya memiliki kepercayaan diri untuk memulai karena modal yang terbatas.

Ia mengatakan, kolaborasi adalah salah satu kunci untuk memulai bisnis bagi pemula. Yakni dengan mencari partner yang unggul di bidang berbeda untuk mengembangkan bisnis bersama-sama.

“Cari rekan sengan skill yang berbeda. Kalau anda bagus di marketing, collabs sama yang bisa financial. Kalau bagus di marketing dan financial, cari yang jago produksi. Kalau udah pede, maju sendiri dengan bisnis yang berbeda,” paparnya.

Berbagi Melalui Aksi-aksi Sosial

Berbisnis tak sekadar tentang bagaimana memperoleh keuntungan. Tapi juga berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Hal itu juga rutin dilakukan oleh Tom Liwafa agar kesuksesan yang ia raih tak hanya dirasakannya sendiri, tapi juga masyarakat di sekitarnya.

Ia mengatakan, aksi sosial tidak perlu digunakan untuk strategi pemasaran.

Pria kelahiran Mojokerto itu sebelumnya sempat viral karena membeli mobil merk BMW i8 milik youtuber Atta Halilintar dengan harga Rp3 miliar secara tunai.

Kepada Suara Surabaya, ia membenarkan bahwa aksinya sebagai salah satu strategi. “Daripada ngiklan di Atta 10-20 kali, mending beli saja mobilnya, sudah,” akunya.

Namun dalam aksi sosial yang ia lakukan, ia menegaskan semuanya dilakukan secara tulus tanpa kepentingan konten.

“Teman dekat saya pasti tahu, di garasi saya selalu ada sembako. Artinya itu kegiatan saya sudah lama sejak sebelum pandemi. Kalau dibilang strategi, enggak. Donasi itu murni. Semua bisa cek lah background saya,” ujarnya.

“Sebenarnya kalau berbicara hal-hal seperti ini, untuk strategi itu malah rugi. Sengaja nggak saya foto karena khawatir ini itu. Kadang teman dan rekan kan juga butuh privasi. Saya udah nggak nyari panggung,” ujarnya.

Terakhir, ia meminta untuk para pebisnis pemula untuk tidak mudah menyerah.

“Buat teman-teman jangan pernah menyerah. Kalau kita terlahir dari keluarga biasa, keluarga luar biasa harus terlahir dari kita. Peluang datang kepada mereka yang bekerja keras,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, The Journey adalah program perdana Suara Surabaya yang mengulik perjalanan seorang pebisnis muda yang sukses dan berhasil. Program ini disiarkan secara langsung di semua kanal media sosial Suara Surabaya Media seperti Instagram, Facebook, Youtube maupun visual radio streaming di Suara Surabaya Mobile maupun suarasurabaya.net.(tin/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Massa Hari Buruh Berkumpul di Frontage Ahmad Yani

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Surabaya
Kamis, 2 Mei 2024
27o
Kurs