Kamis, 25 April 2024

Poin Penting UU HPP: NIK Jadi NPWP Sampai Kenaikan Tarif PPn

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
ilustrasi-pajak Ilustrasi. Foto: Istimewa

Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU) telah disepakati bersama oleh Pemerintah dan DPR RI pada 7 Oktober lalu. Terbagi dalam enam kelompok aturan, ada sejumlah poin penting untuk setiap kelompok aturan di dalam UU HPP.

Ada pun enam kelompok pengaturan UU HPP di antaranya Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.

Dalam kelompok Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, salah satu aturan yang cukup menarik perhatian adalah pemberlakuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

Selanjutnya, ada aturan tentang inkronisasi dengan Undang Undang Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan, serta sinergi antar instansi pemerintah dalam hal pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.

Selanjutnya, pada Kelompok Pajak Penghasilan (PPh), ada aturan tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto yang nominalnya sampai Rp500.000.000.

Lainnya, di kelmpok yang sama, ada perubahan pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22 persen mulai Tahun Pajak 2022, serta perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak.

Perlu diketahui, UU HPP mengubah ketentuan tentang lapisan dan tarif penghasilan kena pajak di Undang-Undang tentang PPh.

Pada lapisan pertama pengenaan PPh dengan tarif 5 persen, kalau tadinya di UU PPh di rentang penghasilan Rp0-50 juta, di UU HPP menjadi Rp0-60 juta per tahun.

Artinya, sesuai perubahan ketentuan itu, kalau tadinya di UU PPh masyarakat yang tidak dibebani PPh adalah mereka dengan penghasilan di bawah Rp50 juta per tahun menjadi di bawah Rp60 juta per tahun dalam UU HPP.

Lalu ada penambahan lapisan tarif keenam. Yakni untuk wajib pajak perorangan yang berpenghasilan lebih dari Rp5 miliar per tahun akan dikenai PPh sebesar 35 persen (lihat tabel).

Tabel perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak. Sumber: Siaran pers Kemenkeu

Selanjutnya, pada Kelompok Pajak Pertambahan Nilai (PPn), salah satu poin penting yang perlu diketahui adalah aturan penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list).

Melalui UU HPP pemerintah memindahkan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPn.

Selain itu, ada aturan kenaikan tarif PPn dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, kemudian menjadi 12 persen berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Ada dua kebijakan baru dalam UU HPP yang diatur oleh pemerintah. Pertama tentang program pengungkapan sukarela yang berkaitan dengan amnesti pajak.

Ada yang baru di UU HPP, yakni program pengungkapan sukarela wajib pajak yang akan dimulai sejak 1 Januari 2022.

Program pelaporan harta ini hanya berlaku 6 bulan hingga akhir Juni 2022. Wajib pajak harus mengungkapkan harta bersih melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta yang disampaikan kepada DJP mulai 1 Januari 2022 sampai 30 Juni 2022.

Harta bersih merupakan nilai harta dikurangi nilai utang sebagaimana dimaksud UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak.

Dalam program pengungkapan sukarela, wajib pajak bisa mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai harta dimaksud.

tabel-pajak-sukarela
Tabel pengungkapan pajak sukarela perbandingan kebijakan pertama dan kedua. Sumber: Siaran Pers Kemenkeu

Kemudian, ada juga kelompok ketentuan tentang kebijakan dalam pengenaan pajak karbon. Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara implementasi 1 April 2022.

Pajak ini berlaku untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan, dalam siaran pers yang diterima surasurabaya.net Senin (11/10/2021) menyebutkan, UU HPP ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi Indonesia.

“Pemulihan ekonomi dan mengembalikan pertumbuhan membutuhkan banyak sekali pemihakan dan resources dan harus didesain secara sangat hati-hati dan detail. Kami menggunakan semua hal instrumen yang ada di dalam pemerintahan, APBN, perpajakan baik pajak dan bea cukai, PNBP, belanja negara, dan belanja daerah,” ujarnya.(den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Motor Tabrak Pikap di Jalur Mobil Suramadu

Mobil Tertimpa Pohon di Darmo Harapan

Pagi-Pagi Terjebak Macet di Simpang PBI

Surabaya
Kamis, 25 April 2024
26o
Kurs