Sabtu, 27 Juli 2024

Kadin Jatim Harapkan Indonesia Bisa Ikuti Malaysia Jalankan Moratorium Cukai

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kadin Jatim beserta perwakilan Industri Hasil Tembakau (IHT) di wilayah Jatim, saat melakukan Studi Banding ke Malaysia International Chamber of Commerce and Industry (MICCI), Senin (27/5/2024). Foto: Kadin Jatim

Adik Dwi Putranto Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) bersama Sulami Bahar Wakil Ketua Umum Bidang Wajib Cukai dan Pemberdayaan Perempuan Kadin Jatim melakukan Studi Banding ke Malaysia International Chamber of Commerce and Industry (MICCI), Senin (27/5/2024) lalu.

Studi banding yang juga diikuti perwakilan Industri Hasil Tembakau (IHT) di wilayah Jatim itu bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang moratorium cukai yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia selama tiga tahun.

Selain bertemu MICCI, rombongan Kadin Jatim juga bertemu dengan Japan Tobacco International, Kementerian Keuangan Malaysia dan Bea Cukai Malaysia.

“Kami bertemu stake holder Malaysia, berbicara tentang kebijakan tersebut. Memang di sana mereka melakukan moratorium cukai, tidak naik selama tiga tahun. Karena kalau tiap tahun dinaikkan, industri hasil tembakau khawatir disparitas harga akan jauh lebih tinggi dengan rokok ilegal. Kalau ini sampai terjadi, maka rokok ilegal akan semakin marak. Hasil studi banding ini akan kami jadikan usulan kepada Pemerintah Indonesia pada APBN mendatang,” kata Adik Dwi Putranto ketika ditemui di Graha Kadin Jatim, Surabaya usai studi banding ke Malaysia, Rabu (29/5/2024).

Adik Dwi Putranto Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur bersama Wakil Ketua Umum Bidang Wajib serta perwakilan Industri Hasil Tembakau (IHT) di wilayah Jatim, menerima cindera mata saat melakukan Studi Banding ke Malaysia International Chamber of Commerce and Industry (MICCI), Senin (27/5/2024). Foto: Kadin Jatim

Di sana, lanjutnya, yang dikenakan cukai tidak hanya rokok dan minuman beralkohol, tetapi ada sejumlah komoditas dan barang yang juga dikenakan cukai, yaitu gula pemanis, kendaraan bermotor dan permainan mahyong, sehingga pendapatan cukai bisa beragam.

“Kalau di Indonesia kendaraan bermotor belum dikenakan cukai, kalau gula sudah diatur tetapi belum terlaksana dengan baik,” ungkapnya.

Pasca-study banding, baik Adik maupun industri hasil tembakau berharap pemerintah Indonesia juga melaksanakan hal yang sama.

“Indonesia harus mencoba seperti yang dilakukan Malaysia. Melakukan moratorium cukai dan mulai mewajibkan cukai untuk komoditas atau produk lain agar target cukai bisa terpenuhi,” katanya.

Menurutnya, dari hal tersebut akan terlihat bagaimana penurunan peredaran rokok ilegal dan bagaimana pendapatan cukainya, apakah tetap turun ataukan naik karena kenaikan penjualan rokok legal. Kadin juga berdiskusi bagaimana Bea Cukai Malaysia melakukan pengawasan rokok ilegal.

“Kalau di Malaysia memang lebih mudah melakukan pengawasan karena industri rokok hanya sekitar tiga perusahan dan sebagian besar rokok yang beredar adalah impor. Di sana juga tidak ada petaninya. Sementara di sini ada dan jumlah industri rokok sangat banyak, mulai dari yang besar hingga industri rokok rumahan,” ujar Adik.

Sejauh ini, Kadin Jatim memiliki komitmen kuat untuk membantu IHT tetap bisa berkembang. Hal ini mengingat Jatim merupakan kontributor utama penerimaan pajak dari cukai hasil tembakau.

Penerimaan cukai hasil tembakau di tahun 2023 mencapai sebesar Rp 213,49 triliun atau 96 persen dari total penerimaan cukai yang dihimpun pada tahun 2023.

Tingginya kenaikan cukai pada tahun-tahun sebelumnya menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap produk tembakau legal karena konsumen beralih ke rokok ilegal. Angka peredaran rokok ilegal meningkat dari 4,9 persen pada tahun 2020 menjadi 6,9 persen pada tahun 2023.

“Kadin Jawa Timur khawatir konsumsi rokok ilegal tidak hanya berdampak buruknya kinerja industri rokok legal di Indonesia, yang banyak di antaranya adalah berbasis di Jawa Timur, namun juga akan melemahkan perekonomian dan pembangunan negara,” tandasnya.

Indikasi melemahnya IHT dalam negeri menurut Adik sudah terlihat dari terus menurunnya jumlah industri rokok yang cukup signifikan. Jumlah Unit Usaha IHT pada tahun 2007 tercatat sebanyak 4.669 perusahaan, dan pada tahun 2022 hanya tinggal 1.100 unit usaha.

Tren produksi rokok juga cukup fluktuatif dan terlihat menurun sejak tahun 2021. Tercatat pada tahun 2023 produksi rokok ada di angka 318 miliar batang atau menurun sekitar 1,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

“Oleh karena itu, harapan kami pemerintah Indonesia juga melaksanakan moratorium cukai seperti halnya yang dilakukan Malaysia,” pungkasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Perahu Nelayan Terbakar di Lamongan

Surabaya
Sabtu, 27 Juli 2024
26o
Kurs