
Banjaran Surya Indrastomo Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) memproyeksikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate tetap ditahan pada level 5,75 persen dalam rapat dewan gubernur (RDG) bulan April, yang akan diumumkan pada Rabu (23/4/2025) hari ini.
Menurut proyeksinya, BI masih tetap menahan suku bunga acuan atau BI-Rate sampai kuartal ketiga tahun ini, sejalan dengan Federal Reserve (The Fed) apabila menyesuaikan suku bunga atau Fed Funds Rate (FFR) di Amerika Serikat (AS).
“Posisi kami masih tetap menahan suku bunga sampai kuartal III, mirroring Fed adjustment. Momentumnya kami pandang optimal bulan lalu, saat tekanan rupiah tidak sekencang sekarang. Posisi saat ini, karena rupiah masih tertekan dan untuk menjaga attractiveness dari surat berharga,” kata Banjaran dilansir dari Antara.
Adapun BSI melihat ruang penurunan suku bunga akan terjadi sebanyak dua kali pada 2025, masing-masing sebesar 25 basis point (bps) pada kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Sementara Faisal Rachman Head of Macroeconomic and Financial Market Research PermataBank juga memperkirakan BI-Rate tetap ditahan pada level 5,75 persen dalam pengumuman hasil RDG BI bulan April.
Ia mencatat ketidakpastian global yang bersumber dari perang dagang masih cukup tinggi.
Hal ini mengakibatkan capital outflow dan tekanan pada rupiah yang nantinya meningkatkan risiko imported inflation. Perang dagang juga akan berimbas pada pelebaran defisit neraca transaksi berjalan.
“All in all, kami masih melihat terlalu dini untuk melakukan pemangkasan suku bunga. Jadi, BI masih akan pro-stability saat ini,” kata Faisal.
Menurutnya, ke depan ruang pemangkasan BI-Rate memang akan terbuka. Namun, penurunan BI-Rate harus menunggu waktu atau timing yang tepat, setidaknya ketika ketidakpastian dan concern terkait perang dagang mulai konsisten mereda.
PermataBank masih memprediksi bahwa BI-Rate akan dipertahankan hingga akhir tahun. Namun, jika ada sinyal The Fed akan lebih agresif dalam melakukan pemotongan FFR, maka akan ada ruang pemangkasan BI-Rate hingga 50bps.
“Akan tetapi tantangannya adalah kebijakan tarif ini dapat membuat inflasi AS sulit untuk turun. Jadi akan menjadi dilema bagi The Fed,” kata Faisal. (ant/saf/ipg)