Rabu, 25 Juni 2025

Biaya Pendidikan Kian Tinggi, Orang Tua Diminta Cermat Kelola Keuangan

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan

Di tengah upaya pemerintah mencetak generasi muda berkualitas, biaya pendidikan di Indonesia masih menjadi tantangan besar, terutama bagi keluarga berpenghasilan menengah ke bawah. Rata-rata biaya pendidikan tingkat SMA/SMK mencapai 10,19 juta rupiah untuk tahun ajaran 2023/2024.

Komponen biaya ini mencakup uang pendaftaran, uang saku, transportasi, SPP/UKT, seragam, buku, dan perlengkapan sekolah lainnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sebagian besar pengeluaran siswa SMA digunakan untuk uang saku (50,98 persen), biaya transportasi (22,11 persen), SPP/UKT (7,69 pesen), dan perlengkapan sekolah (4,91 persen).

Ketimpangan biaya antardaerah, ditambah minimnya alokasi anggaran pendidikan di sebagian wilayah, membuat banyak keluarga menghadapi dilema berat, bahkan mendorong sejumlah anak terpaksa putus sekolah atau masuk ke dunia kerja lebih awal.

Di tengah tekanan biaya tersebut, Dwi Wulandari dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Negeri Malang (UM), menekankan pentingnya manajemen keuangan keluarga, terutama dalam merencanakan dana pendidikan.

Dia menyarankan agar orang tua mengalokasikan maksimal 10 persen dari total pendapatan bulanan untuk kebutuhan pendidikan anak.

Dia mencontohkan, jika pendapatan keluarga Rp10 juta, maka sekitar Rp1 juta disisihkan untuk pendidikan. Mulai dari SPP, uang saku, transportasi, hingga perlengkapan sekolah.

“Nah, kalau memang misalnya nih anaknya sekolahnya gratis, cuma beli seragam dan buku, maka Rp1 juta inilah yang kita bisa kelola. Sebenarnya idealnya begitu. Tapi bisa jadi kan biaya pendidikan agak lumayan nih. Terus orang tua mau meningkatkan. Nah, berarti harus menggeser pos rumah tangga yang lain,” jelasnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (25/6/2025).

Dwi Wulandari juga menggarisbawahi pentingnya menyiapkan dana pendidikan sejak dini, bahkan sejak awal pernikahan.

Menurutnya, pasangan muda sebaiknya mulai menyisihkan dana pendidikan anak meskipun belum memiliki anak. Dengan menabung atau berinvestasi lebih awal, beban biaya di masa depan bisa lebih ringan.

Lebih jauh, Dwi Wulandari menekankan pentingnya membekali anak dengan literasi keuangan sejak dini. Anak-anak, menurutnya, sebaiknya sudah mulai diperkenalkan pada konsep dasar keuangan sejak usia SD, ketika mereka mulai bisa membaca dan memahami angka.

“Anak perlu diajari dari mana uang berasal. Bahwa uang itu tidak muncul begitu saja, tapi hasil kerja orang tua yang menukar waktu dan tenaga. Dengan begitu, mereka akan lebih bijak dalam membelanjakan uang saku,” terangnya.

Ada empat hal utama yang menurut Dwi sebaiknya dikenalkan pada anak:

1. Asal-usul uang (working hours) – mengajarkan bahwa uang adalah hasil kerja, bukan sesuatu yang datang begitu saja.
2. Spending (pengeluaran) – anak perlu dibiasakan membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
3. Giving (berbagi) – agar tidak tumbuh menjadi pribadi yang pelit, anak juga harus diajarkan untuk berbagi, misalnya bersedekah.
4. Saving (menabung) – sebelum bisa berinvestasi, anak-anak harus terbiasa menabung untuk tujuan jangka menengah atau panjang.

“Untuk anak SD dan SMP, uang saku sebaiknya diberikan secara mingguan agar mereka belajar membuat perencanaan jangka pendek. Untuk anak SMA, bisa mulai diberi bulanan. Dari situ, mereka bisa belajar mengelola keuangan secara lebih mandiri,” jelas Dwi.

Dengan pembiasaan ini, anak-anak tidak hanya terbantu memahami nilai uang dan penjuangan orang tua, melainkan juga tumbuh menjadi individu yang lebih siap menghadapi realitas keuangan di masa depan. (saf/ipg)

Berita Terkait


Potret NetterSelengkapnya

Kecelakaan Mobil di Jembatan Suramadu, Kondisinya Ringsek

Kecelakaan Bus Tabrak Belakang Truk di KM 749 Tol Sidoarjo-Waru

Pajero Masuk Sungai Menur Pumpungan

Kecelakaan Truk Tabrak Gardu Tol di Gate Waru Utama

Surabaya
Rabu, 25 Juni 2025
29o
Kurs